Mengenal Perbedaan Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar Beserta Hal Menarik Lainnya
Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar ternyata memiliki perbedaan yang unik dan signifikan. Apa saja?
SERUJI.CO.ID – Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman suku dan budaya. Salah satunya adalah Suku Baduy. Suku yang terkenal karena kemampuannya dalam menjaga kelestarian alam sekaligus menjaga kearifan lokal serta adat istiadat.
Suku ini merupakan etnis Sunda yang hidup di alam pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.
Dilansir dari Indonesiakaya.com, Suku Baduy dibagi menjadi dua golongan, yang publik biasa menyebut Baduy Dalam dan Baduy Luar. Hal paling mendasar yang membedakan dua golongan ini adalah kebiasaan mereka dalam menjalankan aturan adat saat pelaksanaannya.
Baduy Dalam dikenal masih memegang teguh adat dan menjalankan segala aturan dengan baik. Sebaliknya Baduy Luar sedikit banyaknya telah terpengaruh oleh budaya luar. Penggunaan barang elektronik dan sabun, mendapat ijin dari ketua adat yang disebut dengan Jaro.
Tak hanya itu, Suku Baduy Luar juga menerima kunjungan tamu baik penduduk Indonesia maupun dari luar Indonesia. Bahkan mereka tak segan mempersilahkan tamu-tamu tersebut untuk datang dan menginap di kediaman mereka.
Hal lain yang membedakan adalah cara berpakaian yang dikenakan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar. Dominasi warna putih, biasanya lebih sering digunakan oleh Baduy Dalam. Sedangkan Baduy Luar, seringkali menggunakan pakaian berwarna gelap seperti baju serba hitam atau biru tua.
Kesamaan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar adalah caranya bertahan hidup. Umumnya, Suku Baduy memiliki mata pencaharian sebagai petani. Tak heran, ini karena alamnya yang subur dan melimpah, mempermudah suku ini menikmati hasil alam untuk kebutuhan sehari-hari.
Kopi, padi-padian dan umbi-umbian adalah komoditas yang paling sering ditanam oleh masyarakat Baduy.
Sama halnya dengan suku-suku lain di Indonesia, Suku Baduy juga memiliki produk seni. Yakni berupa hasil tenun yang sudah diturunkan secara turun temurun. Aturan yang berlaku di suku ini, menenun hanya boleh dilakukan oleh kaum hawa.
Mitos yang beredar, kaum adam yang mencoba menyentuh alat menenun akan berubah perilakunya menjadi kewanitaan.
Selain dipakai sendiri untuk pakaian sehari-hari, kain hasil tenunan ini juga diperjualbelikan untuk wisatawan yang berkunjung. Bagaimana, semakin tertarik untuk mengunjungi suku ini? (Nia)