MENU

Refleksi Kasus Bayi Debora, Mengingatkan Kewajiban Sosial Rumah Sakit

Dalam keterangan tertulis RS Mitra Keluarga Kalideres disebutkan bahwa dokter menyarankan untuk merujuk ke rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Namun perlu digarisbawahi adalah pernyataan dari Kementerian Kesehatan yang mengatakan bahwa pihak RS mengetahui pasien tidak “transferable” atau tidak memungkinkan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan lain.

Fakta temuan lainnya ialah diketahui bahwa RS Mitra Keluarga Kalideres juga sudah sering kali melakukan klaim secara rutin untuk pasien gawat darurat ke BPJS Kesehatan.

“Melakukan klaim sebanyak 27 kali dengan 24 terbayarkan dan tiga klaim masih dalam proses,” kata Oscar.

Dalam kesimpulannya, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa terdapat kesalahan pada layanan administrasi dan keuangan yang diberikan oleh RS Mitra Keluarga Kalideres terhadap status pasien.

Kemenkes juga menyatakan kebijakan adanya uang muka tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan, yakni UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Lebih dari satu pasal, bahkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 mengamanatkan pada pasal 32 ayat (1) yang berbunyi: “Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.”

Lebih lanjut UU Nomor 36 Tahun 2009 Ayat (2) menyatakan: “Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah dan swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.”

Menteri Kesehatan Nila Moeloek dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI di Gedung Parlemen, Senin (11/9) menyatakan akan ada tindakan tegas bagi rumah sakit jika terbukti terjadi kelalaian pelayanan dan mendahulukan meminta uang muka dalam kasus kegawatdaruratan.

Atas kejadian tersebut, Oscar mengatakan, Kementerian Kesehatan telah memberikan sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, dan pencabutan izin operasional. Menurut dia, hal ini adalah sesuatu yang cukup serius, karena sudah ada teguran lisan, teguran tertulis, kemudian pencabutan izin operasional itu juga sudah.

Namun dia menekankan sanksi tidak akan berhenti diberikan hanya sebatas itu, melainkan masih ada audit medik yang dilakukan oleh profesi untuk mengetahui sesuai tidaknya tindakan medis yang dilakukan oleh pihak rumah sakit terhadap pasien. Sanksi yang diberikan kemudian akan menyesuaikan dengan hasil audit tersebut.

Perlu diingat juga bahwa kewenangan atas pemberian sanksi tersebut juga berada di wilayah Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, sementara Kementerian Kesehatan dan Menteri Kesehatan bertindak sebagai regulator yang memberikan perintah, atau rekomendasi pada suatu kasus.

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER