Baik Engels ataupun Marx tumbuh sebagai dua pribadi yang arogan. Susah bagi keduanya kerja sama dengan pihak lain. Namun ada magnet antar keduanya. Ketika pertama berjumpa, mereka justru saling memuji.
Persahabatan mereka berdua didukung pula oleh persahabatan kekasih dan istri masing masing. Istri Karl Marx dan kekasih Engels, dua-duanya juga aktivis yang sangat sepaham.
Ujar Marx suatu ketika: para filsuf umumnya hanya sibuk menginterpretasi dunia. Padahal yang penting adalah merubah dunia. Menjadi pemikir bagi Karl Marx harusnya juga menjadi aktivis dan pejuang. Dunia berubah tak hanya karena gagasan, tapi juga oleh aksi politik nyata. Namun aksi politik harus dipandu oleh ideologi yang ilmiah.
Karl Marx mendalami antropologi pula. Ia terkesima oleh kehidupan suku tradisional: semua untuk semua. Tak ada pemilikan pribadi di sana. Aneka sarana produksi dimiliki bersama untuk kepentingan bersama. Lalu dibangun sistem “from each according to his capability, to each according to his needs.”
Kehidupan komunal masa silam itu perlu dicapai lagi secara modern. Private property harus dimiliki bersama. Lahirlah pamflet: Manifesto Komunisme.
Acapkali berempat: Marx dan Istri, Engels dan kekasih, bersama mereka menyebarkan gagasan, membangun organisasi, bermanuver merebut kekuasan jaringan yang ada.
Filmpun berakhir di sana. Tapi sejarah terus berlanjut. Seratus tahun lebih sejak kematian Karl Marx, kita tahu betapa banyak kesalahan dan kelemahan Marxisme.