Film dibuka dengan kondisi masyarakat Eropa abad 19. Ketika revolusi industri dimulai, betapa kemiskinan meluas. Para pekerja siang malam mencari upah. Mereka terus hidup susah dan semakin bergantung. Sementara para pemilik modal dan industrialis semakin jaya.
Anak-anak dipekerjakan hingga terkuras tenaga. Anak-anak seringkali dipilih karena upah lebih murah. Akibat waktunya habis untuk mencari nafkah, masa depan anak-anak miskin ini justru semakin tertinggal. Sementara anak-anak orang kaya, semakin terdidik, semakin kuat.
Sudah lahir banyak pemikir yang memprotes situasi. Sudah ada pula cita-cita sosial untuk membangun sistem lebih baik.
Karl Marx lahir dan tumbuh dalam suasana itu. Sejak awal jiwanya memberontak. Siapa duga, awalnya Karl Marx adalah penyair. Ia menulis puisi dan novel. Ia juga menjadi jurnalis.
Namun ia tak puas dengan gerakan perlawanan yang ada. Dari sisi pemikiran, Marx menginginkan gagasan yang lebih membumi. Marx yang awalnya belajar filsafat, akhirnya juga mempelajari ilmu ekonomi. Ia memaksa diri harus paham kelemahan ekonomi kapitalisme.
Di ujung sana, hidup Frederich Engels, anak orang kaya dan bekerja pada Ayahnya. Namun kondisi buruk para pekerja, termasuk di pabriknya sendiri, membuat ia melawan sang ayah.
Seorang pekerja wanita di pabrik itu keras sekali mengkritik. Ayahnya marah dan memecat pekerja itu. Sebaliknya Engels jatuh hati dan mencari dimana tinggalnya sang pekerja. Mereka terlibat tak hanya dalam asmara. Pasangan ini bersama pula dalam gerakan politik. Engels dibantu sang kekasih menulis dan mempublikasikan buku mengenai kondisi kelas pekerja di Inggris.
Buku ini melambungkan Engels di antara para pemikir zamannya. Buku ini pula yang akhirnya mempertemukan Engels dengan Karl Marx.