MENU

Kepemimpinan Kolektif Kolegial Saat Ketua Tersandung Hukum

Oleh: Budi Setiawanto

Berbeda Kepemimpinan kolektif kolegial di DPR RI tampak berbeda dengan kepemimpinan kolektif kolegial di KPK.

Mengacu pada kasus pengunduran diri Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto setelah dinyatakan sebagai tersangka oleh Polri bahkan keduanya ditahan dan disidangkan karena tersangkut persoalan hukum, dilakukan penggantian pimpinan KPK.

Presiden Jokowi pada 20 Februari 2015 melantik dan menyaksikan pengambilan sumpah tiga pimpinan sementara KPK yang disahkan melalui tiga Keputusan Presiden (Keppres). Ketiga pimpinan sementara KPK yang dilantik itu adalah Taufiqurrahman Ruki sesuai Keppres Nomor 14/P/2015 sebagai Ketua dan anggota pimpinan sementara KPK menggantikan Abraham Samad.

Lalu Johan Budi sesuai Keppres Nomor 15/P/2015 sebagai Wakil Ketua dan anggota pimpinan sementara KPK menggantikan Bambang Widjojanto dan Indriyanto Senoadji sesuai Keppres Nomor 16/P/2015 sebagai Wakil Ketua dan anggota pimpinan sementara KPK Busyro Muqoddas yang telah berakhir masa jabatannya.

Sementara Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja tetap pada jabatan Wakil Ketua KPK.

Dengan demikian, kepemimpinan kolektif kolegial bukan berarti tidak memerlukan penggantian ketua bila sang ketua berhalangan, apalagi menjalani proses hukum.

Peran ketua merupakan bukan hanya sebagai figur teladan dan simbol kekuasaan yang penuh. Ketua dalam kepemimpinan kolektif kolegial juga dikatakan sama dengan anggota lainnya.

Dalam konsep ini dikatakan sama antara anggota dan ketua namun dalam porsi tanggung jawab teknis setiap program kerja berbeda.

Meskipun dalam kepemimpinan kolektif kolegial merupakan suatu ikatan dan interaksi yang dilakukan secara bersamaan layaknya pertemanan sejawat, bukan berarti tidak membutuhkan ketua.

Pengertian sistem kolektif kolegial adalah sistem dalam suatu organisasi di mana untuk mencapai sebuah tujuan diperlukan adanya suatu koordinasi dan saling membantu antara satu dan lainnya, dengan peran ketua sebagai panutan di antara mereka.

Apalagi dengan penahanan terhadap Ketua DPR Setya Novanto oleh KPK semakin mempengaruhi citra parlemen Indonesia. Apalagi sejauh ini DPR RI terus berupaya membangun citra yang positif di mata masyarakat. Membangun citra positif DPR di mata masyarakat adalah keniscayaan, termasuk citra parlemen yang antikorupsi.

Pernyataan menarik disampaikan oleh mantan Ketua KPK Bibit Samad Riyanto bahwa Ketua DPR diminta untuk menjalani proses hukum dan mengikuti aturan yang berlaku termasuk aturan bila harus mundur dari jabatannya.

Bibit menceritakan pengalaman dirinya yang juga pernah ditahan. Saat menjabat Ketua KPK, Bibit Samad dan Wakil Ketua KPK Chandra Marta Hamzah ditahan oleh polisi dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang terkait penerbitan surat cegah-tangkal.

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER