Dalam “Capital”, Thomas Pikkety, 2017, membahas penurunan ketimpangan di beberapa negara barat sepanjang 1810 – 2010. Penurunan kemiskinan terjadi dalam kurun itu setidaknya karena tiga hal, pertama adanya perang dunia sebanyak dua kali, di mana orang orang kaya kehilangan assetnya; adanya sosialisme atau kecenderungan negara berpihak pada orang miskin. Dalam hal mana pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan memperkecil “gap”. ; adanya kegagalan dalam “reproduksi kemiskinan” karena keberhasilan dunia pendidikan dan lapangan kerja.
Ketiga hal di atas tidak terjadi di Indonesia. Sehingga, mengharapkan perubahan kesenjangan menjadi barang mahal.
Kemiskinan dalam situasi ketimpangan akan menjadi alat mudah untuk propaganda politik, baik digunakan pemerintah berkuasa maupun oposisi.
Penutup
Debat keberhasilan penurunan jumlah orang miskin, sangat menyakitkan buat si miskin. Sebab, orang orang orang miskin hidup dalam realitas yang hampir sama setiap harinya.
Struktur kemiskinan dan ketimpangan yang sudah eksis selama ini, hanya bisa dirubah jika ada aksi yang bersifat revolusioner, seperti “Landreform”, “Capital reform”, “Pro Poor” Agenda dan “Minimum Wage Policy” yang dipimpin rezim revolusioner. Jika tidak, maka kecepatan pertumbuhan ekonomi, yang selama ini bersifat lebih menguntungkan lapisan elit, hanya akan mempertahankan apa yang ada.
Sehigga, dengan demikian, mengusung isu kemiskinan dan keberhasilan menentaskan kemiskinan, adalah perdagangan isu kemiskinan saja, di atas penderitaan orang orang miskin.