Tak disangka usaha yang mulanya merupakan usaha mewarisi tradisi kuliner nenek moyang mampu berkembang pesat saat ini.
“Dulu Ingkung itu hanya dimasak saat ada warga yang punya hajatan, biasanya saat kenduri, cuma daging yang didapat hanya sedikit karena dibagi,” kata Sareh.
Baru tahun 2008, berawal dari program pemberdayaan masyarakat, kuliner Ingkung kembali populer setelah berdiri warung Ingkung ‘Warung Ndeso’ di sekretariat program pemberdayaan masyarakat setempat.
Kurun waktu lima tahun, warung ndeso ini satu-satunya yang menyediakan Ingkung. Tak dinyana, peminat kuliner Ingkung ini makin banyak sampai berdiri empat warung Ingkung sampai 2013 di Kalakijo.
“Selain melestarikan kuliner warisan nenek moyang, kami berharap ayam Ingkung juga menjadi ikon kuliner di Kabupaten Bantul selain geplak dan berbagai makanan tradisional lainnya,” pungkas Sareh. (Hanif/Hrn)