Menurut Febri, apa yang sudah terungkap pada persidangan di Amerika Serikat itu tentu KPK akan mendalami lebih lanjut.
Adapun persidangan itu terkait otoritas di Amerika Serikat yang mengajukan gugatan atas aset Johannes Marliem yang diduga terkait dengan kejahatan yang melibatkan pejabat Indonesia.
“Kami akan kembali berkoordinasi dengan FBI terkait dengan bukti-bukti yang sudah didapatkan di sana karena di sana ada tuntutan hukum terkait dengan sejumlah kekayaan yang diduga berasal dari kejahatan atau yang diduga ada kejahatan lintas negara di sana tentu kami akan koordinasi lebih lanjut,” tuturnya.
Febri juga menyatakan bahwa hal tersebut semakin menguatkan bahwa bukti-bukti yang ada terkait dengan indikasi korupsi KTP-e ini sangat kuat.
“Meskipun bukti-bukti yang kami ajukan tersebut kemudian misalnya di persidangan praperadilan kemarin secara formil tidak dipandang sebagai alat bukti dalam penyidikan terhadap Setya Novanto tetapi putusan praperadilan itu mau tidak mau wajib kami hormati dan kami terima,” ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, KPK akan mendalami lebih lanjut aspek formalitas ataupun materiil dari kasus KTP-e itu dan pihaknya juga akan memproses pihak-pihak lain.
“Bukti dan kerja sama dari FBI itu menjadi salah satu faktor yang semakin memperkuat penanganan kasus KTP-e yang kami lakukan,” ucap Febri.
Johannes Marliem adalah direktur Biomorf Lone LCC, Amerika Serikat, perusahaan penyedia layanan teknologi biometrik.
Pengumpulan bukti diduga terkait Johannes Marliem yang diduga mempunyai rekaman proses pembahasan proyek KTP-el, termasuk dengan Ketua DPR RI Setya Novanto yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar yang totalnya mencapai ratusan gigabyte (GB).
Johannes Marliem diketahui sudah meninggal dunia di kediamannya di Los Angeles, AS pada Agustus lalu.
KPK pun menyatakan tidak pernah mengenal istilah “saksi kunci” dalam kaitannya dengan kasus Johannes Marliem. (Ant/SU02)