JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan kejadian pembakaran bendera tauhid harus dilihat proporsional dan jangan dilebih-lebihkan agar tidak memanaskan situasi yang dapat berujung konflik.
“Namun demikian, peristiwa tersebut juga jangan dikurang-kurangi, ataupun dipelintir bahwa itu merupakan pembakaran bendera HTI, sebab tidak ada tulisan HTI dalam bendera tersebut sesuai dengan definisi bendera HTI menurut Kemendagri,” kata Hidayat usai menjadi pembicara di Indonesian Creative Leadership Camp, di Palembang, Selasa (23/10).
Hidayat mengatakan dengan mengaitkan bendera tersebut ke HTI, justru mengingatkan kembali masyarakat terhadap organisasi yang telah dilarang tersebut. Di sisi lain bendera tersebut bukan bendera HTI, karena tidak ada tulisan HTI.
Baca juga:Â Ketum Ansor Dipolisikan Buntut Pembakaran Bendera Tauhid di Garut
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, yang harus dilakukan adalah koreksi terhadap perilaku tersebut dan tidak mengulang kembali di masa depan, mengingat kalimat tauhid merupakan hal yang sakral bagi umat Islam.
“Jadi menurut saya ini jangan terulang kembali, ini harus dikoreksi secara mendasar, untuk kemudian jangan diperbesar menjadi bagian dari yang menghadirkan konflik sesama organisasi Islam, sesama umat Islam, sesama warga bangsa, ini harus kita dudukan pada proporsi yang sebenarnya. Jangan dilebih-lebihkan, tapi juga jangan dikurang-kurangkan apalagi kemudian dipelintir menjadi ini pembakaran bendera HTI,” tegasnya.
Baca juga:Â Kecam Pembakaran Bendera Tauhid, KH Tatang: Banser Segeralah Minta Maaf !
Hidayat menyampaikan, bahwa hari santri yang jatuh pada 22 Oktober memperingati langkah kongkret para santri dalam membela nusa dan bangsa dengan resolusi jihad. Dengan resolusi tersebut salah satunya adalah berdirinya laskar-laskar santri seperti Laskar Hizbullah yang memilki bendera dengan kalimat tauhid.
Untuk itu, ia sangat menyanyangkan terjadinya kejadian aksi pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid saat peringatan hari santri di Garut, Jawa Barat tersebut. (Ant/SU01)