MENU

King Salman Effect dan Masa Depan Persatuan Dunia Islam

Sebelumnya, kita harus memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Pemerintah Indonesia beserta seluruh aparaturnya atas penyambutan luar biasa yang diberikan kepada tamu negara, Khadimul Haramain, pelayan dua kota suci, yang mulia Raja Salman bin Abdul Aziz As-Su’ud. Kepada rakyat Indonesia, kita juga tak lupa menyampaikan terima kasih, karena telah menjadi tuan rumah yang baik dan ramah.

Sungguh, apa yang telah dipersembahkan oleh rakyat Indonesia, untuk menyambut kedatangan sang raja sangat mengesankan. Menteri Agama Lukman Saifudin dalam perjalanan ke Istana Bogor dari Bandara Halim, semobil dengan Raja Salman. Ia menceritakan kesan pertama sang raja ketika melihat antusiasme rakyat Indonesia yang menyambutnya.

Petinggi Kerajaan Saudi itu, kata Lukman, terharu dengan sambutan hangat yang diterimanya. Rasanya belum pernah ia menyaksikan penyambutan sehebat ini dari rakyat di berbagai negara yang pernah dikunjunginya, kecuali di Indonesia.

Memang, beberapa pekan terakhir ini, kunjungan kenegaraan Raja Salma telah menjadi perbincangan luas publik Indonesia. Bahkan menjadi viral di berbagai lini massa, terutama sosial media. Kedatangan Raja Saudi ke Indonesia, tentu bukanlah yang pertama terjadi.

Pada tahun 1970, Raja Saudi yang saat itu dijabat oleh Raja Faisal, pernah mengunjungi Indonesia selama 4 hari, dari tanggal 10-13 Juni 1970. Namun, gegap gempita penyambutannya tidak sespektakuler seperti yang terlihat sekarang.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan antusiasme rakyat Indonesia begitu tinggi dengan kedatangan Raja Salman. Pertama, jumlah delegasi yang diikutsertakan. Delegasi kunjungan Raja Salman mencapai 1.500 orang. 119 di antaranya adalah delegasi resmi, yang terdiri dari putra mahkota dan para menteri. Sedangkan sisanya adalah delegasi pendukung dari kalangan keluarga kerajaan dan  investor.

Kedua, yaitu jumlah investasi yang ditawarkan. Meski sampai saat ini pemerintah belum secara resmi mengeluarkan angka investasi Saudi di Indonesia, tetapi Menko Perekonomian Darmin Nasution menyebut, jumlah investasi Raja Salman akan melebihi investasi negara petrodollar itu di negara tetangga, Malaysia yang mencapai USD 7 miliar, setara dengan Rp 93,33 triliun. Jauh di atas APBD NTB pada tahun 2017 yang hanya mencapai Rp 5 triliun.

Jika mengacu pada angka di atas, maka rencana investasi Saudi tahun ini telah mengalahkan total realisasi investasi Saudi di Indonesia selama 5 tahun terakhir yang hanya mencapai USD 34,6 juta atau investasi China yang cuma USD 1,1 miliar.

Ketiga, selain melakukan lawatan resmi kenegaraan, dari tanggal 1-4 Maret 2017, rombongan Raja Salman juga punya agenda berlibur di Bali, dari tanggal 5-9 Maret. Rencananya, rombongan akan menginal di hotel-hotel mewah di kawasan wisata Nusa Dua Bali dengan tarif harga yang fantastis.

Lokasi ini dipilih karena sudah dianggap layak dan memenuhi persyaratan sesuai standar keamanan serta kenyamanan yang diminta pihak otoritas Kerajaan Saudi. Alasan tersebut juga sekaligus menepis anggapan bahwa Raja Salman menutup mata terhadap pariwisata halal yang dikembangkan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Bahkan daerah tersebut dua tahun berturut-turut telah menjadi jawara pariwisata halal tingkat dunia, yaitu tahun 2015-2016.

Apapun yang menjadi faktor tingginya minat rakyat Indonesia menyambut kedatangan Raja Salman, semoga berdampak positif bagi kemajuan perekonomian Indonesia. Tentu, bukan tanpa alasan bangsa Indonesia menitipkan harapan dipundak Raja Salman. Selain karena faktor demografi, dimana penduduk Indonesia adalah mayoritas muslim, sebagaimana halnya di Saudi, tetapi juga karena faktor kesamaan ideologi dan keterikatan sejarah.

Indonesia, sebelum terperangkap invansi kolonial Belanda, Portugis dan Jepang, merupakan mitra strategis bangsa Arab dalam berbagai sektor, meliputi pendidikan, budaya, politik, ekonomi, perdagangan, pertahanan dan keamanan. Hingga kini pun, Indonesia tetap menjadi sahabat. Bahkan mungkin saudara kandung. Namun, beberapa tahun terakhir, kekuatan pengaruhnya mulai melemah. Diperparah lagi, sebagian dari anak-anak negeri ini, ada yang terjangkiti penyakit anti-Arab. Bahkan ada juga yang anti agamanya bangsa Arab.

Kehadiran Raja Salman, terutama bagi dunia Islam, harus dimaknai sebagai kehadiran seorang ayah yang merangkul kembali anak-anaknya yang selama ini gemar bertengkar. Sang ayah menghendaki, agar anak-anaknya kembali pulang ke rumah, duduk bersama dengan saudaranya. Bermusyawarah terkait urusannya, bersatu demi masa depan mereka.

Seorang ayah yang telah sepuh itu, berusaha menggandeng tangan-tangan anak-anaknya yang kuat untuk segera membantu anak-anaknya yang lain yang dalam kondisi lemah.
Raja Salman, sejak naik tahta dua tahun lalu, adalah orang tua yang bijak bagi negara-negara di dunia Islam. Ia bersedia menarik tangan Erdogan di Turki dan merangkul Thamim bin Hamad Al-Thani, di Qatar.

Ia mencoba mengajak orang-orang kuat itu, untuk menggalang kekuatan persatuan di dunia Islam. Ia juga mengunjungi Malaysia sebelum melawat ke Indonesia. Rangkaian kunjungannya ini adalah sebuah pesan diplomasi yang kuat yang ingin disampaikannya kepada segenap kaum muslimin di kawasan Asia Tenggara, terutama di Indonesia. Bahwa, kiblat pembangunan politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya yang selama ini menghadap ke Barat, atau ke Persia atau ke China, sudah saatnya di kembalikan ke kiblat aslinya di Makkah Al-Mukarromah.

Penulis adalah Citizen Journalist SERUJI

Editor: Rizky

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

7 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER