Selain itu, dia menambahkan, BNPB belum pernah memberikan DSP untuk masyarakat langsung. Namun, dia menambahkan, setelah presiden memberikan instruksi maka BNPB siap menyalurkan DSP Rp 264 miliar untuk korban gempa Lombok itu.
“Kami dari pusat siap membantu, tapi kalau pemdanya tidak pro aktif masa kami paksakan (menyalurkan dana). Tinggal pemdanya mau atau tidak,” katanya.
Ia berjanji, begitu surat permohonan pencairan dana dari pemda dilayangkan ke BNPB maka pihaknya langsung mencairkannya. BNPB akan berkomunikasi dengan BRi sebagai bank tempat pencairan dana supaya segera menerbitkan buku tabungan. Sebagai bentuk keseriusan, pihaknya bahkan terus menggelar rapat masalah ini dengan BRI.
Versi BPBD NTB
Kepala BPBD NTB Muhammad Rum mengatakan, uang bantuan senilai Rp 264 miliar sudah ditransferkan BNPB ke 5.293 rekening penerima bantuan. Kata dia, BNPB saat ini sedang menunggu surat usulan pencairan dana dari bupati dan wali kota untuk bisa dicairkan.
“Kan sekarang BNPB sudah kasih (transfer) ke warga, nah dasarnya (pencairan) tentu harus ada surat dari kepala daerahnya,” ujar Rum di Mataram, NTB, Selasa (11/9).
Rum menyampaikan, bupati dan wali kota bisa mengajukan surat usulan pencairan dana dengan melampirkan surat verifikasi rumah rusak yang sudah di SK-kan oleh bupati dan wali kota. Rum menambahkan, model surat usulan pencairan dana yang dibuat bupati dan wali kota bersifat kolektif agar memudahkan dan mempercepat proses pencarian.
Rum menjelaskan, surat usulan pencairan dana dari bupati dan wali kota dimaksudkan untuk proses pencarian agar tepat guna. “Mekanismenya tentu ada pengendalian, tidak bisa dilepas gitu aja, nanti uangnya jadi apa,” katanya.
Rum menyebutkan, petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) terkait mekanisme pencairan dan penggunaan uang bantuan akan diatur dalam pedoman yang dibuat BNPB. “Nanti juklak dan juknis dari BNPB jadi pedoman. Sudah selsai dibahas, tinggal dilegalisasi saja oleh BNPB,” ucapnya.
Versi Bupati Lombok Utara
Bupati Lombok Utara Najmul Ahyar mengatakan, siap memberikan surat usulan pencairan dana asalkan juklak dan juknisnya sudah ada. “Kemarin rapat dengan BNPB, kalau surat itu saya bilang 10 menit insyallah selesai, cuma sekarang persolannya belum ada juklak dan juknis tentang bagaimana bentuk hunian tahan gempa yang dimaksud aturan itu,” kata Najmul.
Najmul menilai juklak dan juknis sangat penting agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Saat rapat dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Kantor Gubernur NTB beberapa waktu lalu, Najmul mendapat keterangan bahwa penggunaan uang bantuan harus diwujudkan dalam pembangunan rumah tahan gempa yang mengacu pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Kota Mataram, dan wilayah terdampak di Provinsi NTB.
Kata Najmul, tidak disebutkan secara spesifik model rumah tahan gempa yang dimaksud, apakah berbentuk Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) atau yang lainnya. “Sekarang untuk menjadi rujukan warga mana indikator rumah tahan gempa itu. Kalau nanti warga cairkan uang, bangun rumah ujug-ujug tidak termasuk rumah tahan gempa menurut Kementerian PUPR, ke mana warga cari ganti uangnya,” ucap Najmul.
