Riset Harus Dilakukan dengan Cost of Capital Yang Rendah
Penjelasan ketiga, bahwa riset itu adalah investasi jangka panjang dan demikian tidak bisa dilakukan kecuali dengan cost of capital yang rendah. Ini juga yang tidak dipahami oleh para pelajar kita.
Saat saya mengikuti mata kuliah Ekonomi Teknik di jurusan teknik mesin ITS misalnya, analisis cash flow selalu didasarkan pada cost of capital berupa bunga bank yang rate-nya tinggi (sekitar 12%) plus kewajiban mengembalikan pokok dalam jangka pendek (maksimum 5-10 tahun alias pengembalian pokok sebesar 10-20% per tahun). Tidak ada riset yang memenuhi kelayakan dengan cost of capital 22-32% per tahun seperti ini.
Itulah mengapa yang mampu melakukan riset adalah perusahaan-perusahaan terkorporatisasi. Hanya cara ini yang memungkinkan perusahaan melakukan riset dengan syarat kelayakan cost of capital sekitar 1-3% per tahun. Angka itu adalah dividen yang dituntut investor perusahaan-perusahaan terkorporatisaasi.
Sebagai gambaran, L’oreal adalah salah satu contoh perusahaan yang sangat produktif dalam riset. Pada tahun 2017 perusahaan kosmetik terbesar dunia ini mendaftarkan 498 hak paten alias rata-rata 2 paten setiap hari kerja. Prestasi riset ini sudah merupakan tradisi tahunan L’oreal.
Ini bisa dilakukan karena cost of capital (secara cash flow) bagi L’oreal adalah 1,55% per tahun. Artinya, sebuah riset akan disebut layak jika hasilnya kemudian bisa dijual di pasar berbagai negara dan mendatangkan hasil lebih dari 1,55% per tahun. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di negeri ini yang mindsetnya raja utang sehingga harus membayar cost of capital secara cash flow sebesar 22-32% per tahun seperti penjelasan di atas. Tidak juga bisa dilakukan oleh negara secara leluasa karena sumber dana negara juga utang. Setali tiga uang dengan perusahaan-perusahaannya.