Pemerintah sebagai pihak yang mempunyai kewajiban hukum dalam memberikan pembinaan, pemantauan, maupun pengawasan dalam penyelenggaraan kegiatan penerbangan yang selamat, aman dan nyaman juga tidak boleh lepas tangan bila terjadi kecelakaan penerbangan.
Keseriusan Pemerintah dalam menjalankan tugas dan perannya dalam pembinaan, pengarahan dan pengawasan, bahkan menindak pihak maskapai penerbangan yang tidak taat atau abai terhadap keselamatan penerbangan tentunya sangat menentukan ada tidaknya potensi kecelakaan penerbangan tersebut.
Penutup
Terkait dengan tragedi jatuhnya pesawat Lion Air JT-610, tentunya Pemerintah tidak boleh membiarkan peristiwa itu berlalu begitu saja, tanpa adanya suatu upaya untuk menyelesaikan konsekwensi hukum yang ditimbul akibat peristiwa tersebut. Hal ini penting agar peristiwa-peristiwa kecelakaan penerbangan yang terjadi tidak menjadi preseden buruk dalam dunia penerbangan nasional.
Oleh karena itu pihak-pihak yang secara hukum harusnya dapat dimintai pertanggung-jawabannya akibat peristiwa kecelakaan tersebut harus dilakukan penegan hukumnya, sehingga tidak seenaknya semuanya dapat lolos begitu saja.
Meskipun hasil penyelidikan dan penelitian terhadap apa faktor-faktor penyebab kecelakaan tersebut belum selesai diakukan oleh Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT), namun dari informasi sementara yang dilansir berbagai media bahwa temuan KNKT berdasarkan hasil unduhan rekaman data penerbangan atau Fligh Data Recorder (FDR) sebagai salah satu penyebab kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 adalah akibat tidak berfungsinya (kerusakan) Airspeed Indicator, yang menurut berbagai ahli teknisi penerbangan peralatan tersebut merupakan komponen vital dalam penerbangan.
Anehnya lagi diinformasikan bahwa gangguan penerbangan yang dialami pesawat Lion Air JT-610 ini juga sudah terjadi pada penerbangan sebelumnya, sewaktu pesawat naas tersebut melayani penerbangan tanggal 28 Oktober 2018 dengan nomor penerbangan JT 43 rute dari Denpasar ke Jakarta.
Bahkan beberapa hari penerbangan yang dilayani pesawat tersebut sebelum mengalami kecelakan juga telah dirasakan mengalami gangguan pesawat, namun menjadi pertanyaan, kenapa kejadian/kerusakan itu tidak diadakan pemeriksaan dan penelitian untuk diadakan perbaikan oleh pihak maskapai penerbangan. Merujuk kepada informasi tentang gangguan teknis peralatan yang ada dalam pesawat sebelum mengalami kecelakaan vatal tersebut, sebenarnya telah dapat menjadi petunjuk untuk menjadi dasar menentukan siapa atau pihak mana sebenarnya yang lalai untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan tersebut.
Tentunya rangkaian informasi dan kejadian yang mendahului adanya indikasi gangguan-gangguan teknis yang dialami pesawat sebelum jatuh dapat dijadikan titik masuk (entry point) untuk mengungkap lebih lanjut misteri tragedi jatuhnya pesawat Lion Air JT-610) guna memintakan pertanggungjawaban hukum bagi pihak-pihak yang dianggap lalai menjalankan tugas dan kewajibannya.
Tindakan tuntutan pertanggungjawaban hukum ini penting untuk menumbuhkan efek jera dan sekaligus membangun kesadaran hukum bagi semua pihak tentang pentingnya menaati semua ketentuan terkait guna mewujudkan penerbangan yang selamat, aman dan nyaman.
(ARif R)