Ujian terhadap Pancasila
Maka kalau dikatakan bahwa Pancasila adalah hasil suatu kompromi, segera teringat orang kepada paham dan keyakinan beberapa fihak yang sekali-kali tidak mungkin dapat menerima Pancasila kalau tetap berpanca, yakni lima sila, dan tidak dikurangi.
Apa sila yang mesti dibuang dari kelima-lima sila itu?
Itulah sila yang pertama. Yang pokok. Dan yang sebenarnya adalah alas dari apa yang dikatakan orang levenbeschouwing atau filsafat hidup bangsa Indonesia, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Teranglah bahwa, misalnya, orang yang berpaham komunis yang berkeyakinan “historis-materialisme”, tidak bisa menerima sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan kalau ia mau berkompromi, dan menerima Pancasila itu seluruhnya (kelima-limanya), ia akan beri tafsiran pada Pancasila itu sesuai dengan ajaran-ajaran Marx-Lenin yang berpokok pada tidak percaya kepada Ketuhanan dan antinya kepada agama.
Dengan demikian ia akan mengisi sila-sila Kebangsaan, Kerakyatan, Kemanusiaan, dan Keadilan itu dengan ajaran-ajaran yang dipeluknya. Dan selanjutnya dalam memeraktikkan dan mencapai kemasyarakatan dan bernegara yang ber-Pancasila itu, bagi orang tadi, akan dipakainya cara-cara dan ukuran-ukuran sesuai dengan ajaran-ajarannya komunisme.
Barangkali karena itulah, maka dikatakan orang bahwa Pancasila pedoman kepalang tanggung, dan berkompromi dengan kapitalis-borjuis. Karena ada sila Ketuhanan dan Kebangsaannya, dan karena Kerakyatannya belum setegas –misalnya– kerakyatan yang disebut Demokrasi Rakyat!
Sebaliknya
Sebaliknya justeru karena adanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa itulah, maka seorang pemimpin Islam seperti K.H. Abdul Wahab dari Nahdlatul Ulama menyatakan baru-baru ini bahwa dia akan menyetujui kalau komunisme dilarang dalam negara kita. Sebab komunisme bertentangan dengan keyakinan Ketuhanan sebagai salah satu sila dari Pancasila.
Sementara golongan-golongan yang beraliran “nasionalisme”, yang di dalam kalangannya dicoba dikumpulkan orang-orang dari berbagai warna keyakinan: yang beragama Islam, yang sosialis, yang netral agama, dan yang tak beragama, akan mengisi Pancasila itu menurut bagian yang terbanyak dalam kalangan tadi dengan usaha seperti usahanya Pancasila mencoba selalu mencari kompromi dan mempersatukan; sehingga Pancasila itu tidak pernah dapat diisi sebagaimana yang dituntut oleh jiwanya sebagian besar bangsa Indonesia.
Karenanya maka kelemahan Pancasila itu akan selalu ada, dan selalu mengalami ujian-ujian yang berat, yang terutama memusingkan kepala yang memertahankannya.
Perjuangan Mengisi Pancasila
Tiap-tiap golongan dalam masyarakat sejak Proklamasi Kemerdekaan memerjuangkan pahamnya untuk mengisi Pancasila. Hasil kongkrit dari perjuangan itu akan kelihatan di dalam konstitusi yang akan diwujudkan oleh Konstituante.
Maka jika ada fihak-fihak yang menentang Pancasila, fihak itu bukanlah fihak Islam, melainkan fihak yang apriori tidak dapat menerima sila Ketuhanan. Sila yang sesungguhnya menjadi pokok dan dasar-alas bagi sila-sila yang lain. Dengan dasar ini pula Pancasila akan diberi isi oleh umat Islam.
Isi yang bukan hanya membawa kesejahteraan bagi umat Islam, melainkan juga bagi lain-lain golongan, meski golongan-golongan yang beragama lain sekalipun.
Dengan demikuan akan tercapai Negara Merdeka yang sejahtera dan penuh kasih sayang. Negara yang mencari kekuatan dan kestabilannya kepada keyakinan yang stabil dalam tauhid dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kesimpulan
Uraian singkat di atas dengan sendirinya menimbulkan pertanyaan yang berikut: “Siapa sebenarnya lebih ikhlas kepada Pancasila?”
Pertanyaan lain: “Siapa yang sebenarnya menentang panca dan pada hakikatnya mengancam prinsip-prinsip Pancasila dengan memakai nama Pancasila sebagai kedok, perisai, bahkan sebagai senjata sebenarnya untuk membinasakan Pancasila?”
Sumber: Mingguan Islam Popular Hikmah No. 23 Tahun VII, 3 Syawal 1373/5 Juni 1954, halaman 4, 5, dan 24.