Marah. Sebuah kata yang sederhana tapi punya implikasi yang besar. Akibat marah, hubungan silaturrahim badunsanak bisa putus, dengan tetangga tidak berteguran, pejabat bisa kena demo, karyawan kena pecat dan seorang pelajar bisa tidak naik kelas.
Marah akan menimbulkan bekas yang lama dalam diri orang yang kena marah. Walaupun sudah ada kata maaf namun bekasnya akan tetap terasa. Implikasinya bukan hanya pada yang kena marah, orang yang melihatpun akan punya penilaian. Bisa berpihak atau sebaliknya menjadi menjadi tidak simpati
Hari ini, jika ada yang marah, dengan cepat beritanya akan tersebar di dunia maya. Videonya diunggah dimedia sosial dan dibully beramai ramai. Ada siswa SMA yang dibully karena memarahi adik klasnya , ada ibu yang dibully karena memarahi anaknya dan juga ada guru yang dibully karena memarahi muridnya. Apalagi jika yang marah seorang pejabat publik. Pembullyan lebih ramai dan videonya cepat viral. Mereka yang dibully akan mendapat hukuman sosial yang jauh lebih berat dampak psikologinya dibandingkan mereka yang kena marah.
Marah sebuah luapan emosi yang merupakan mekanisme pertahanan secara psikologi. Rasa marah timbul jika ada ancaman psikologi yang mengganggu. Walau merupakan sebuah mekanisme pertahanan, marah sering menimbulkan akibat jauh diliuar yang diharapkan. Untuk menghindari hal yang tidak baik inilah, Rasulullah dalam sebuah sabdanya melarang ummatnya untuk marah.
Marah bisa dikendalikan. Namun tentu tidak mudah bagi orang yang emosional. Pengendalian marah butuh waktu latihan yang lama. Bisa sepekan, sebulan, setahun atau bahkan puluhan tahun. Untuk mengendalikan emosi juga dibutuhkan pemahaman akhlak yang santun dan adab yang baik.
Seorang pejabat publik, tentu punya filter yang bagus dalam pelampiasan emosinya. Tidak sembarangan dalam mengucapkan sumpah serapah. Apalagi dengan sikap kasar menghardik dan melempar barang dihadapan publik. Dia sadar, bahwa sebagai pejabat publik, banyak mata yang memperhatikan sikap dan tingkah lakunya. Baik orang memperhatikan langsung ataupun mata yang melihatnya melalui dunia maya.
Sikap dan tindak tanduk pejabat publik baik atau buruk akan selalu menjadi perbincangan disemua kalangan. Sikapnya yang baik dapat jadi contoh dan teladan, sedangkan sikapnya yang tidak bagus jadi pelajaran bagi banyak orang.
Kita berharap, pejabat publik negeri ini bisa menahan dan mengendalikan emosinya. Karena luapan marah hanya akan menambah rusaknya suasana dan tidak dapat memberikan solusi. Ingat pepatah adat lama, “Walaupun harimau di dalam, namun nan kalua tetap kambiang”. Inilah sikap yang bijak. (Elfizon Amir)