JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Penguatan sistem Indonesian Sustainable Palm Oil, atau disingkat ISPO memerlukan konsolidasi antara berbagai pemangku kepentingan yaitu pelaku usaha, petani, dan pemerintah.
Deputi Koordinasi Bidang Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdalifah Machmud, di Jakarta, Jumat (30/3), mengungkapkan konsolidasi itu dapat dilakukan antara lain dengan menerbitkan peraturan presiden (perpres) terkait ISPO bisa rampung pada bulan Mei 2018.
“Saat ini masih dalam tahap legal aspek di Kemenko Perekonomian. Mudah-mudahan perpres bisa keluar pada semester tahun ini,” kata Musdalifah Machmud.
Menurut dia, pemerintah juga tengah menyiapkan kelembagaan ISPO, sehingga nantinya ada lembaga independen yang mengurusi ISPO.
Ia mengemukakan, Presiden Jokowi selama ini telah meyakinkan kepada instansi lain bahwa komoditas sawit ini penting untuk negara bukan hanya Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.
“Di tingkat antar menteri saat ini sedang ada perbaikan setelah ada masukan dari para stakeholder. Saat ini masih dalam tahap konsolidasi antar menteri,” ujarnya lagi.
Dalam revisi ISPO, ujar dia, ada satu prinsip yang ditambahkan yakni dalam aspek transparansi, sekaligus sebagai upaya untuk merapikan data petani maupun perusahaan sawitnya.
Dia menuturkan, perusahaan sawit mudah untuk didata, namun petani sawit itu sulit.
“Mereka memproduksi dan hasilnya masuk ke pabrik kelapa sawit (PKS). Dari PKS ini akan kita lihat berapa masing-masing produksinya. Satu PKS kita lihat traceability. Lalu, berapa petani yang menyerahkan ke PKS. Ini lebih detail karena kita lacak pasokannya,” katanya.
Kacuk Sumarto dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan pihaknya mendukung penuh penguatan ISPO, sehingga perlu dibangun kolaborasi dengan semua pihak.