BOGOTA – Ada pemandangan berbeda di arena adu banteng Santamaria di pusat ibukota Bogota, Kolombia, Minggu (19/2). Biasanya arena itu dipenuhi manusia yang ingin menonton, berjudi, atau menikmati, banteng bercucuran darah sampai mati. Kemarin, menurut laporan CNN, justru ada ledakan dekat cincin arena yang melukai sedikitnya 31 orang sebagian besar polisi.
Belum jelas siapa berada di balik ledakan dekat Arena Santamaria di kawasan elite La Macarena itu. Namun, belasan tersangka sudah dijebloskan ke tahanan. Para korban, termasuk dua luka berat, sudah atau sedang dirawat di rumah sakit setempat. Dari semua korban, terdapat sepuluh polisi berjaket kuning.
Walikota Bogota, Enrique Peñalosa, segera men-tweet. “Teroris tidak akan bisa mengintimidasi kami. Dan kami akan melakukan segala yang diperlukan untuk menangkap mereka.”
Rekaman yang disiarkan televisi kabel Noticias menunjukkan puluhan polisi berjaket kuning neon berkumpul di dasar gedung-gedung pencakar langit dekat plaza. Mereka menyisir jalan dan mengarahkan pejalan kaki jauh dari tempat kejadian.
Adu banteng diadakan Minggu pada Januari dan Februari. Namun, aktivitas itu lama menjadi perdebatan. Satu sisi berargumen itu peristiwa seni, bagian dari budaya dan tradisi negara. Lainnya berargumen, itu pelanggaran atas hewan. Mereka menganjurkan arena adu banteng milik kota harus diubah menjadi ruang publik untuk acara budaya dan pendidikan.
Pada 2012, Gustavo Petro walikota Bogota kala itu sudah menghalangi adu banteng dengan cara menangguhkan kontrak antara pemerintah kota dengan Bullfighting Corporation of Bogota. Tapi mahkamah konstitusi membatalkan keputusan Petro.
Peñalosa juga menentang adu banteng, tapi ia terikat keputusan pengadilan konstitusi. Maka, pada 22 Januari lalu, arena ini dibuka kembali untuk adu banteng.
Menurut Humane Society International, sekitar 250.000 banteng mati di Arena Santamaria setiap tahun. Kolombia termasuk delapan negara yang melegalkan adu banteng. Lainnya adalah Spanyol, Prancis, Portugal, Meksiko, Venezuela, Peru dan Ekuador.
EDITOR: Omar Ballaz