BANTUL, SERUJI.CO.ID – Dalam rangka ulang tahun ke-90 almarhum Bagong Kussudiardjo, Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja (PLTBK) yang ke-60, dan ulang tahun ke-40 Padepokan Seni Seni Bagong Kussudiardja (PSBK), ahli waris Bagong mengadakan Pameran Lukisan “Sirkuit: Ahli Waris Etape Satu”. Pameran tersebut diadakan pada tanggal 7 Mei-30 Juni 2018.
Diketahui, Bagong Kussudiardja merupakan ayah dari seniman Otok Bima Sidarta, Butet Kartaredjasa, dan Djaduk Ferianto. Bagong telah meninggal dunia pada 15 Juni 2014.
Kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo mengatakan, pameran kali ini merupakan kelanjutan pameran yang diselenggarakan pada tahun sebelumnya. Pameran sebelumnya bertajuk “Sirkuit Bagong Kussudiardja”.
“Tahun ini sama pak Butet saya disuruh bantu lagi untuk buat pameran. Tahun ini temanya masih ada kata sirkuitnya, dan menambahkan kata ahli waris etape satu,” ujar Suwarno di Padepokan Kussudiardja, Senin (7/5) malam.
Kemudian dia menyodorkan tema itu kepada para ahli waris Bagong, dan tidak ada yang berkomentar. Sehingga membuat Suwarno percaya diri.
Dalam pikiran Suwarno, Bagong telah membangun sirkuit. Dalam perjalanannya, Bagong telah mendidik para seniman yang kini sudah tersebar di Nusantara.
“Di dalam sirkuit, pak Bagong melahirkan pebalap yang terdidik dan mental kuat karena berani turun sirkuit. Etape satu, pak Bagong melahirkan aset kesenimanannya sendiri yang diwarisi oleh anak-anaknya dan cucunya,” kata Suwarno.
Diketahui, dalam pameran etape pertama ini, selain karya Bagong, adapula karya dari Otok, Butet, Djaduk, dan seorang cucu Bagong bernama Doni Maulista. Doni merupakan putra bungsu dari almarhumah Ida Manutranggana.
“Saya membayangkan besok etape berikutnya diteruskan oleh anak biologis atau ideologis. Murid didik Bagong akan melanjutkan etape dua, tiga, empat dan seterusnya,” harap Suwarno.
Menurutnya, ini merupakan sejarah panjang, dan tugas pewaris yakni memaknai dan kontekstualisasi karya-karya Bagong.
Di lantai satu dipamerkan khusus lukisan Bagong. Di lantai atas, ada karya empat ahli waris dari tiga anak dan satu cucu. Menurut Suwarno, pameran bisa melihat ketersambungan dan keterputusan karya Bagong.
Sementara itu, seniman yang berdomisili di Jakarta, Slamet Rahardjo rela datang jauh-jauh ke Padepokan Bagong karena merasa terpanggil dan sudah menganggap bagian dari keluarga Bagong.
“Jarak Jakarta tidak ada artinya, undangan ini kalau saya tidak berangkat adalah dosa. Bagong mengajarkan saya budaya itu terus bergulir,” kata Slamet.
Slamet bercerita, Bagong pernah berpesan serta menitipkan anak-anaknya kepada dirinya.
“Sebelum beliau (Bagong) pergi, tidak ada tanda sakit, dan bilang ke saya “nek aku raono, titip anakku yo. Saya izin ke ahli waris, kalau ada acara terkait pak Bagong, ajak saya,” kata Slamet. (Arif K/SU02)