SURABAYA, SERUJI.CO.ID – Munculnya dua kader Nadhlatul Ulama (NU) Saifullah Yusuf alias Gus Ipul dan Khofifah Indar Parawansa pada Pilgub Jawa Timur 2018, bakal memicu tumbuhnya oportunis politik terhadap warga nahdliyin. Hal Ini menyebabkan terlihat syahwat warga NU untuk berpolitik tak terbendung lagi.
Demikian disampaikan pengamat politik dan hukum dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang juga kader NU, Suparto Wijoyo.
Kini, kata Suparto, sebagian besar tokoh-tokoh NU sudah menjadi utusan politik demi kekuasaan sebagai sumber kehidupaan.
“Syahwat politik warga NU dan tokoh-tokoh NU sudah tak terkendalikan lagi. Sehingga secara psikologis melahirkan oportunis politik yang bisa membahayakan NU ke depan, karena kesulitan menciptakan kader berintegritas politik yang baik,” kata Suparto, dikonfirmasi, Selasa (14/11).
Suparto menyayangkan adanya fenomena yang menimpa warga dan tokoh nahdliyin. Sebab, kata dia, kader-kader NU di berbagai daerah di Jatim tidak malu, bahkan justru menunjukkan sikap oportunis politik jelang Pilgub Jatim.
“Sekarang ini kemenangan besar NU karena siapapun yang jadi Gubernur Jatim ke depan adalah orang NU. Makanya ketika sudah dekat kekuasaan mereka siap memberi dalil kebangsaan untuk memperkuat,” kata Suparto.
Sejak era reformasi, lanjut Suparto, NU lebih fasih bicara politik dari pada bicara di luar koridor politik. Akibatnya, warga nahdliyin di lapisan bawah merasa jenuh dengan sikap politik para tokoh-tokoh NU.
Sejatinya, kata Suparto, tokoh-tokoh NU fokus di ranah keagamaan dengan meramut mushola dan masjid sebagai pusat syiar dan dakwah sebagaimana khittoh NU untuk kemaslahatan ummat. Namun kini telah berbeda, tokoh-tokoh NU mulai berpolitik untuk kekuasaan.
“NU sekarang seolah-olah menjadi bagian organ negara, sehingga boleh menghakimi pihak lain yang seolah-olah berseberangan dengan pemerintah,” kata Suparto. (Amal/Hrn)
NU saat ini sudah ditunggangi para elit nya untuk memuaskan syahwat duniawi. Ummat harus sadar dan tidak larut dalam permainan mereka.