“Ini akan menjadi pertarungan sengit antara koalisi partai berbasis NU dan Nasionalis. Lebih dari itu jika selama ini Gus Ipul berhasil membangun kesan mendapat dukungan dari Megawati, maka dengan langkah merangkul Golkar ini Khofifah tengah berupaya untuk memperoleh kesan didukung Jokowi. Jadi cukup berimbang, kompetitif,” ungkap Alumnus University Sains Malaysia ini.
Namun menurut Mochtar, semua potensi kompetitif yang dimiliki Khofifah tersebut akan tidak berarti banyak jika Khofifah tidak bisa menjalin komunikasi politik yang konstruktif dengan para fungsionaris partai di Jatim. Di Golkar dan PPP misalnya, saat ini terdengar desas-desus muncul friksi internal karena kader di daerah tidak menyukai Khofifah akibat dia enggan melakukan komunikasi politik di Jatim, melainkan langsung ke DPP.
“Manuver Khofifah langsung ke DPP ini bisa saja bener bisa saja blunder, karena fungsionaris di Jatim merasa dilangkahi. Meski pada akhirnya DPD terpaksa menerima putusan DPP, bisa dipastikan mesin partai di daerah tidak akan berkerja secara maksimal dalam memenangkan Khofifah. Sebagaimana dua Pilgub sebelumnya, Khofifah tidak akan mendapat dukungan memadai dari kader partai di daerah dan kembali kalah,” kata Direktur Surabaya Survey Center (SSC) ini.
Dengan fakta tersebut, maka menurut Mochtar, Khofifah harus sesegera mungkin memperbaiki komunikasi politik dengan segenap elemen partai di daerah. Sebab jika tidak maka bisa jadi akan kembali kalah. (Setya/Hrn)