JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Presiden Jokowi, pada Rabu (13/12) kemarin, menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang digelar di Rumeli Hall Lütfi Kırdar International Convention and Exhibition Center (ICEC), Istanbul, Turki.
Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi menyampaikan kecaman terhadap Amerika Serikat yang memberikan pengakuan bahwa Yerusalem adalah Ibu Kota Israel menggantikan Tel Aviv.
Menanggapi ini, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah meminta dalam pertemuan OKI kali ini, Presiden Indonesia harus bisa memiliki sendiri sikap lebih kuat yang tentunya akan mengubah wajah dunia, termasuk Indonesia juga.
“Harus ada kekuatan yang lebih, baik pada konteks OKI, maupun juga konteks PBB,” kata Fahri kepada SERUJI melalui pesan singkat, Kamis (14/12).
Presiden RI, tambah politikus PKS itu, jangan hanya mengambil posisi yang paling lemah, seperti mengutuk, mengecam, meminta.
“Ini kalimat-kalimat yang tidak boleh dikeluarkan oleh bangsa besar seperti Indonesia ini,” katanya lagi.
Diakui Fahri, memang ada banyak tahapan yang harus dirancang dalam kompleksitas sikap dan posisi politik negara-negara OKI. Namun menjadi pertanyaan adalah, apakah Indonesia bisa datang untuk menjurubicarai suatu keadaan lain, yang dapat membuat terutama negara-negara OKI ini bersatu padu dulu dalam ide-ide dasar.
“Karena pada dasarnya, kalau kita membaca dan melacak kencenderungan politiknya, itu kalau ditelusuri dari ujung menjadi sulit. Akan tetapi, kalau dimulai dari pangkalnya dalam konsepsi umat Islam sebagai umat yang satu, maka tentu itu bisa kita mulai melakukan pembicaraan yang lebih mendalam. karena kita disatukan terlebih dahulu,” ucapnya.
Fahri melihat adalah penting bagi Indonesia meletakan satu narasi baru bagi OKI yang dapat menyeret semua negara dalam kalimat dan pengertian yang sama tentang keadaan mereka.
“Ini yang pertama-tama harus dilakukan oleh Indonesia,” tegasnya.
Namun, lanjut Fahri, untuk tujuan itu, pemimpin Indonesia harus memiliki kharisma, sebagaimana yang dirinya sering berulang-ulang mengkatakannya. Sebab, tanpa kharisma sekuat Soekarno, Indonesia akan sulit sekali mengumpulkan negara-negara lain.