MATARAM – Steven Hadisurya Sulistyo menjadi orang yang paling diperbincangkan masyarakat NTB saat ini. Pria warga keturunan ini telah memantik kemarahan publik atas ulahnya yang mengumpat gubernur NTB, Tuan Guru Bajang, KH M Zainul Majdi, dengan kata-kata bermuatan rasis saat di Bandara Changi Singapura, pada Ahad 9 April silam.
Meski Steven telah menyampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada gubernur, namun hal tersebut tidak serta merta membuat masyarakat NTB menerima begitu saja.
“Ulah oknum keturunan bernama Steven ini, kalau tidak ditangani lebih dini, akan berpotensi melahirkan konflik dalam skala luas,” bunyi pernyataan sikap Majelis Adat Sasak yang ditandatangani tokoh adat H. Lalu Mujitahid, pada saat melakukan aksi damai di depan Mapolda NTB, Jalan Langko Nomor 77, Mataram, Senin (17/4).
Menurut Majelis Adat Sasak, isu penghinaan terhadap etnis tertentu adalah isu sensitif yang sangat berbahaya. Mengingat, NTB masih trauma dengan tragedi berdarah pada 17 Januari 2000 yang dikenal dengan peristiwa 171, yang menyebabkan kerugian moril dan materil tak terhingga.
“Karena itu, Majelis Adat Sasak, meminta kepada Anggota DPR RI/MPR RI, DPD RI segera memanggil Steven untuk meminta maaf secara nasional kepada seluruh warga pribumi,” sambungnya.
Tidak hanya itu, Majelis juga meminta pihak kepolisian segera mengambil tindakan hukum, agar kasus tersebut tidak melebar kemana-mana.
“Jika kasus ini diabaikan dan tidak diproses secara adil, maka dapat menimbulkan preseden buruk bagi penegak hukum,” tegasnya.
Seperti diketahui, pada tanggal 17 Januari Tahun 2000 silam, NTB pernah dilanda konflik bermuatan SARA. Saat itu, Mataram dilanda kekacauan, akibat provokasi konflik SARA di Maluku. Umat Islam, usai menghadiri tabligh akbar, langsung menyerbu Gereja-Gereja dan pertokoan milik etnis Tionghoa yang menyebabkan terjadinya eksodus besar-besaran warga Tionghoa dari NTB.
EDITOR: Arif R
Krn yg menangani kasus penistaan seperti tidak serius.
Gawat
Jadi siapa yang rasis?