MENU

KSBSI Soroti PP Tentang Pengupahan

JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang justru membuat posisi buruh menjadi lemah untuk memperjuangkan upah yang layak.

“Ini yang membuat kami KSBSI Jakarta terus turun ke jalan sampai buruh mendapatkan kesejahteraan seperti upah yang layak, hidup yang layak dan pekerjaan yang layak sesuai dengan amanat UUD 1945,” kata Ketua KSBSI Wilayah Jakarta, Dwi Harto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (1/5).

Dwi Harto menilai PP tentang Pengupahan juga membuat lemah dan tidak efektifnya pengawas ketenagakerjaan dalam menegakan norma-norma ketenagakerjaan.

Padahal menurut dia, norma-norma ketenagakerjaan itu dibutuhkan untuk mengatasi perkara yang diadukan oleh para buruh yang selalu menjadi batu penghalang bagi buruh dalam memperjuangkan haknya.

Baca juga: Polri: Peringatan May Day Berlangsung Aman

“Aksi yang digelar KSBSI karena hingga kini masih banyaknya persoalan perburuhan yang sifatnya normatif yang tidak dijalankan oleh para pengusaha. Selain itu diperparah dengan kebijakan-kebijakan pemerintah di tingkat daerah maupun pusat yang belum pro terhadap kaum buruh,” ujarnya.

Sementara itu Dwi mengatakan terkait Perpres Nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), KSBSI belum bersikap karena hingga saat ini pihaknya masih mengkajinya.

Dwi juga menyebut Perpres tersebut hanya sebatas administrasi saja sehingga organisasinya harus melihat dahulu perbedaan antara Perpres 20/2018 tersebut dengan peraturan-peraturan yang pernah dikeluarkan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Selamat Hari Buruh untuk para Buruh Indonesia. Jadilah buruh yang cerdas, ulet, rajin, mandiri dan jujur, semoga kedepannya nasib para Buruh Indonesia menjadi lebih baik dan lebih sejahtera lagi,” katanya.

Baca juga: SBSI 1992: May Day Tak Harus Turun ke Jalan

Ketua KSBSI DPC DKI Jakarta, Alson Naibaho mengatakan, dalam peringatan “May Day” adalah bagaimana tanggung jawab pemerintah terhadap masih tinggi jumlah pengangguran yang saat ini jumlahnya sekitar tujuh juta jiwa.

Selain itu menurut dia, banyaknya buruh informal yang sudah pasti tidak ada jaminan sosial baik kesehatan apalagi kesejahteraan dan tidak ada kontrol atau pengawasan sari pemerintah.

Dia menilai kondisi itu juga menimbulkan makin maraknya penyedia-penyedia tenaga kerja atau “outsourching” dan maraknya sistem buruh kontrak. (Ant/SU02)

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER