SURABAYA, SERUJI.CO.ID – Karomah KH. Abdul Wahab Turcham pendiri yayasan taman pendidikan dan sosial NU Khadijah di mata sekretaris umum Yayasan Khadijah Surabaya Mohammad Iqbal sebagai sosok yang sederhana dan tak terkenal bagi masyarakat NU.
Wajar saja, Mohammad Iqbal menuturkan KH. Abdul Wahab Turcham setiap perhelatan bahtsul masail NU, kiai kelahiran kampung peneleh tahun 1915 ini lebih memilih menjadi tukang menata bangku peserta sidang, menyuguhkan makan dan membawakan kitab.
Bukan berarti perannya tak penting. Setiap proses bahtsul masail deadlock, tak jarang para kiai sering datang untuk berkonsultasi meminta pertimbangan dan jawaban kepada KH. Abdul Wahab Turcham.
“Tapi ketika bahtsul masail gak ketemu jawabannya, maka para kyai datang ke KH. Abdul Wahab Turcham. Ustad Wahab akan bawa kitab dan langsung menyebutkan beserta referensinya, sangat tawadu’nya luar biasa, sama sekali gak mau muncul,” kata Iqbal kepada awak media ditengah Haul ke-23 KH. Abdul Wahab Turcham, di Yayasan Khadijah Surabaya, Jalan A. Yani 2-4 Surabaya, Sabtu (7/4).
Iqbal mengakui nama KH. Abdul Wahab tak banyak disebut dalam catatan kaki sejarah. Mungkin hanya dalam catatan sejarah 10 November, catatan sejarah NU Surabaya dan catatan berdirinya NU di nusantara. Tak banyak dan tak lebih dari itu.
Bukan apa-apa, lanjut Iqbal, memang demikian karakteristik KH. Abdul Wahab Turcham selama hidupnya. Sengaja tak ingin dikenal, tapi tak pernah berhenti untuk berperan disana-sini.
“Tebuireng ada Madrasah Nidhomiyyah itu ada peran beliau juga, tapi sampeyan tidak akan pernah dengar, karena itu yang sehari-hari dilakukan,” lanjutnya.
Ketika ditanaya apakah KH. Abdul Wahab Turcham sempat meninggalkan warisan intelektual, berupa kitab atau karangan tulis. Mohammad Iqbal mengatakan masyarakat tidak akan pernah menemukan tulisan atau buku apapun dengan nama pengarang KH. Abdul Wahab Turcham.
Menurut penuturan Mohammad iqbal, KH. Abdul Wahab Turcham tak mau bubuhi nama aslinya, namun kerap gunakan nama samaran Ibadhurahman, yang artinya hanya zat yang maha pengasih.
“Gak mau kasih nama KH. Abdul Wahab Turcham, kalau Ibhadurrahman itu banyak, bukan nama pena, beliau tidak mau dipublikasi, jaman sekarang namanya nama panggung, kalau jaman itu enggak bukan karena itu,” tukasnya.
“Sekali lagi, KH Abdul Wahab Turcham bukan sosok yang tak pernah berkarya ataupun pelit dalam beri sumbangsih pembangunan bagi bangsa ini. Hanya saja, kiai yang sepanjang usianya tak pernah memiliki mobil ini, lebih memilih untuk bersikap tawadu’ dihadapan orang lain,” pungkasnya. (Luh/Hrn)