SURABAYA – Puluhan seniman menggelar refleksi insiden perobekan bendera Belanda yang terjadi pada 19 September 1945 di Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit) dalam bentuk teatrikal di Jalan Tunjungan, Kota Surabaya, Kamis (14/9).
Rekonstruksi perobekan bendera Belanda dimulai ketika ada beberapa pemuda yang diperankan oleh seniman, datang dari arah utara untuk kemudian memasuki hotel, memanjat gedung menggunakan tangga bambu, dan merobek bendera merah putih biru.
“Mereka mampu memperagakan aksi perobekan bendera dengan penjiwaan yang sungguh-sungguh. Bahkan, saking emosinya, saat rekonstruksi, tangan seorang pemain teatrikal ada yang sampai berdarah,” kata koordinator acara Heri Prasetyo di sela acara refleksi.
Heri Prasetyo yang akrab disapa Heri Lentho itu mengutarakan makna peristiwa perobekan bendera yang setiap tahun diadakan untuk menanamkan karakter perjuangan dan nasionalis kepada seluruh warga Surabaya.
“Rakyat Surabaya khususnya Indonesia, kalau diajak ngomong unsur kebangsaan dan nasionalisme itu selalu kuat, makanya setiap tahun acara ini selalu kita kemas berbeda dan menarik,” ujarnya.
Menurut dia, aksi teatrikal tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya sangat berbeda. “Tahun ini kita melibatkan paduan suara dibumbui atribut bendera merah putih berukuran kecil yang dibawa pelajar SD dan SMP,” ujarnya.
Potongan lirik lagu berjudul Surabaya Oh Surabaya dinyanyikan siswa-siswi SMP Negeri 6 Surabaya untuk mengajak seluruh peserta mengenang perjuangan arek-arek Suroboyo yang 72 tahun silam dengan gagah berani menurunkan bendera Belanda demi kemerdekaan.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang hadir menggunakan busana tentara berwarna hijau menuturkan bahwa peristiwa perobekan bendera merupakan momen gagah berani yang ditunjukkan warga Surabaya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.