oleh: dr. Elfizon Amir, SpPD, FINASIM
SERUJI.CO.ID – Kehadiran BPJS seperti dewa penolong yang setiap saat siap membantu masyarakat untuk menyelesaikan masalah kesehatannya. Bukan rahasia lagi jika selama ini banyak masyarakat yang dengan ekonomi pas-pasan tidak bisa berobat secara teratur untuk mengatasi penyakit menahun yang dideritanya. Ketika jadwal berobat sudah datang, mereka tidak bisa kontrol karena tidak tersedia dana untuk memeriksakan kesehatannya dan untuk menebus obat di apotik. Sehingga penyakit yang seharusnya bisa dikontrol agar progresifitasnya bisa diturunkan tetap berkembang menggerogoti tubuhnya.
Dengan hadirnya BPJS sejak tahun 2014, masyarakat yang selama ini harus menangis menyesali nasibnya yang kurang beruntung, sekarang bisa kontrol secara teratur ke rumah sakit tanpa harus menghiraukan persediaan dana besar untuk pemeriksaan dan penebusan obat. Ini terlihat dari semakin melonjaknya kunjungan rawat jalan di setiap rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS. Dibandingkan dengan sebelum bekerjasama dengan BPJS, ternyata saat ini kunjungan rawat jalan sebuah rumah sakit meningkat sampai 400 persen.
Dari tahun ke tahun, BPJS terus melakukan berbagai perubahan pada sistem yang mereka gunakan. Diawalnya setiap orang mudah mendaftar dan mendapatkan layanan, semakin hari oleh BPJS semakin diperketat. Dulunya setiap orang bisa mendaftar sendiri, sekarang harus mendaftar satu keluarga. BPJS tidak lagi melayani pendaftaran sendiri. Mulanya begitu mendaftar, kartunya langsung aktif dan bisa digunakan untuk berobat, sekarang harus menunggu dua minggu baru kartunya aktif.
Dalam perkembangannya selama 4 tahun beroperasi, BPJS selalu mengalami defisit. Tahun 2014 BPJS defisit sebesar Rp 3,3 triliun, 2015 defisit Rp 5,7 triliun, 2016 sampai defisit Rp 9,7 triliun. Pada semester pertama di tahun 2017 sudah defisit Rp 5 triliun.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan angka defisit tersebut diprediksi akan terus meningkat hingga akhir tahun. Dirinya memperkirakan hingga akhir tahun 2017 ini, BPJS akan merugi sebesar Rp 11 triliun.
Kondisi defisit terjadi karena pendapatan dari iuran peserta BPJS setiap tahun tidak seimbang dengan klaim kesehatan para peserta BPJS.
“Untuk menghindari defisit dibutuhkan anggaran berimbang dimana pengeluaran dan pendapatan harus sama,” ujar juru bicara BPJS Kesehatan Irfan Humaidi.
Coba di cek, Klaim dari Rumah Sakit atau Puskesma sudah sesuai dengan apa yang dinikmati pasien? Kemungkinan Mark Up itu sangat besar, kadang kita cuma disodori surat pernyataan telah selesai dan keluar dari RS tanpa dikasih tahu perincian biayanya. Saya pernah minta, tapi ribet dan muter muter alasannya, krn sudah tinggal pulang, ya sudah tanda tangan saja.
Klaim bpjs itu bukan sesuai tindakan atau obat, tp paketan sesuai diagnosa dan untuk klaim ada kriteria sendiri dari bpjs, jadi kalo di mark up masalah pembiayaan ga ada untungnya buat rs.
Kalau pemerintahan memberlakukan spt perusahaan pasti rakyat yg jadi korban, di beberapa rumah sakit banyak pasien yg dijatah rawat inapnya.Bukan karena sembuh tapi karena sudah habis waktu inapnya dan sudah ditunggu pasien lain.