JAKARTA – Deputi Sekjen Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi, Selasa (1/8) meminta kinerja PT Garam untuk diaudit terlebih dahulu dalam kemampuannya mengimpor 75.000 ton garam sebelum pemerintah memberikan lampu hijau.
“Dengan analisis ekonomi yang dilakukan terhadap kebutuhan pangan dan nasib nelayan, semestinya impor tidak perlu dilakukan,” katanya, di Jakarta.
Ia berpendapat bahwa jika hal ini dipaksakan tanpa kajian yang semestinya, maka impor garam dikhawatirkan akan menjadi ‘santapan menggiurkan’ politik bisnis pangan.
“Impor garam menguntungkan kelompok pemburu rente sedangkan masyarakat dan petani garam yang dirugikan,” ucapnya.
Seharusnya, imbuhnya, visi jangka panjang serta anggaran yang memadai bagi petani garam sudah dialokasikan dengan jelas di APBN dan dikawal untuk peningkatan produksi garam dengan prioritas pembangunan infrastruktur produksi.
Sementara itu, Wakil Sekjen Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Niko Amrullah mengingatkan, peristiwa dijadikannya Dirut PT Garam Achmad Boediono menjadi tersangka harus dijadikan pelajaran.
“Dengan kejadian itu maka bukannya menambah kesejahteraan petambak garam rakyat, namun hal tersebut dinilai justru semakin meminggirkan petambak garam rakyat terhadap mekanisme pasar,” lugasnya.
Sebelumnya, pengamat sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim menegaskan penting bagi pemerintah untuk dapat mengoptimalkan kinerja BUMN PT Garam guna mengatasi berbagai kompleksitas permasalahan sektor garam di Tanah Air.
“Kembalikan fungsi dan peran PT Garam sebagai badan usaha milik negara yang bertanggungjawab melakukan kegiatan usaha industri garam beserta angkutannya, pembinaan usaha garam rakyat, pengendalian stok, dan stabilisasi harga garam secara nasional,” ujar Abdul Halim.
Dia memaparkan, hal tersebut juga telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah No 12 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk PU Garam menjadi Perusahaan Perseroan.
Abdul Halim yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities (Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan) itu juga ingin pemerintah memastikan harmonisasi kebijakan pergaraman, pendampingan petambak garam dan revitalisasi PT Garam.
“Harmonisasi kebijakan pergaraman yang berdampak terhadap menurunnya produktivitas dan daya saing petambak garam dalam negeri, seperti Peraturan Menteri Perdagangan No. 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam,” tandasnya