Bahwa masih banyak BUMN yang merugi, menjadi tugas pemerintah untuk membenahi. Jangan malah mematikan dengan menjualnya kepada swasta. Bisa dipastikan yang akan membeli adalah pengusaha kelompok itu-itu saja.
Memang, profesionalisme BUMN menjadi tantangan. Bukan rahasia jika proses pemilihan pengurus BUMN tidak terlalu terbuka dan belum sesuai dengan aturan. BPK pernah melaporkan temuan tentang hal ini.
Campur tangan politis masih kental dalam pemilihan pengurus BUMN. Bahkan, penempatan pengurus BUMN menjadi salah satu upaya balas budi bagi yang pernah berjasa dalam pemilihan presiden.
Gurita penguasaan ekonomi oleh kelompok pengusaha makin meresahkan. Simak saja Meikarta. Kota baru calon pesaing Jakarta.
Meikarta dibangun di atas lahan-lahan subur, tegal dan sawah milik masyarakat kecil yang tidak berdaya tanahnya harus dijual. Lahan pertanian kian menyempit, padahal katanya ingin swasembada pangan. Siapa yg akan menikmati keuntungan dari dibangunnya Meikarta? Tentu bukan masyarakat bekas pemilik tegal dan sawah-sawah itu. Mereka sudah tersingkir jauh dari sana, atau jadi tukang sapu dan buruh-buruh kecil jika masih bertahan di sana.
BUMN mempunyai visi misi, antara lain sebagai agen pembangunan. Dilokasi yg tidak bisa dijangkau , pedalaman, yg dipastikan swatsa tidak mau krn rugi, BUMN pasti yg bergerak.Intinya jangan direcoki pemerintah siapa saja-seperti Petronas.
Di era mukidi , rakyat jelata semakin apes pes ..
Jual lagi..
Diskon akhir tahun