Meikarta, salah satu contoh gurita ekonomi oleh sekelompok pengusaha. Ekspansi usahanya jelas malah difasilitasi penguasa meski tanpa izin. Masih banyak contoh gurita ekonomi yang lain.
Bagaimana dengan BUMN? Jangan heran jika makin tidak populer.
Pemberitaan yang kian menyudutkan BUMN akan makin banyak. Media pers sudah dikuasai oleh pengusaha pemilik gurita ekonomi. Akhirnya, rakyat karena termakan oleh pemberitaan tersebut bisa makin tidak simpati pada BUMN. Lalu muncul pemikiran rakyat: “jual saja BUMN, toh tidak ada untungnya bagi rakyat”.
Akhirnya, satu persatu BUMN lepas beralih ke swasta. Awalnya BUMN yang remeh temeh atau dianggap tidak penting. Berkembang kepada BUMN lain yang lebih strategis dan sangat menguntungkan. Bahkan BUMN yang menguasai hajat hidup orang banyak bisa lepas ke swasta, seperti PLN dan Pertamina. Dengan alasan agar tidak terjadi monopoli dan agar lebih berdaya saing, BUMN tersebut akan dipreteli usahanya sehingga menjadi kecil. Lalu tidak berdaya bersaing dengan swasta sejenis.
Jika skenario seperti itu terjadi, maka itulah akhir dari demokrasi ekonomi di Indonesia. Pasal 33 UUD 1945 tinggal menjadi dokumen negara. Hanya jadi catatan sejarah!
*) Penulis adalah alumni Fakultas Ekonomi UGM, seorang Chartered Accountant, saat ini menjadi Anggota Komite Profesi Akuntan Publik (KPAP), dan aktif sebagai analis kebijakan publik.
(Hrn)
BUMN mempunyai visi misi, antara lain sebagai agen pembangunan. Dilokasi yg tidak bisa dijangkau , pedalaman, yg dipastikan swatsa tidak mau krn rugi, BUMN pasti yg bergerak.Intinya jangan direcoki pemerintah siapa saja-seperti Petronas.
Di era mukidi , rakyat jelata semakin apes pes ..
Jual lagi..
Diskon akhir tahun