Dr. Syahganda Nainggolan, Direktur Sabang Merauke Circle

Berbagai teoritikus coba mengembangkan konsep negara gagal (failed state) sebagai cikal bakal bubarnya sebuah negara. Mereka mendefinisakan negara tersebut begitu lemah dalam menjaga teritorinya, melindungi rasa aman warganya, melindungi “basic need” rakyat dan gagal menggali sumber pembiayaan negara, seperti memungut pajak.

Sebelum disebut gagal, mereka membuat definisi negara dalam tahapan “fragile state” (negara rapuh) dan “crisis state” (negara krisis).

Dalam pandangan di atas, seperti terutama dikembangkan Crisis State Research Center London School of Economics (CSRC-LSE), mengasumsikan negara yang didefinisikan adalah dalam versi “democratic state” dan “market economy“.

Professor Daniel Lambach dari Universitas Duisburg Esen, Jerman tidak sepenuhnya menyukai pendekatan di atas. Dia mengemukakan pandangan dalam melihat konsep negara sebagai kunci melihat negara gagal. Negara, menurutnya, dapat dilihat dalam perspektif Weberian atau Lockian, yang mengetengahkan “public good” sebagai sentral atau sebaliknya. Negara dapat dilihat dalam perspektif political economy, yang dikembangkan Marxian dan atau Gramcian, dimana negara adalah sebagai tempat kepentingan berbagai kelompok kepentingan mengelola kepentingannya.

Dalam pandangan Weberian, yang melihat eksistensi negara dan pusat (bukan lokal/ daerah), lemahnya negara hanya dilihat jika power negara dalam menjalankan fungsinya, sebagai “coercive power” (tentara, polisi dan birokrasi) melemah. Dan konflik menjadi besar di dalam masyarakat.

Sebaliknya, dalam persepektif non Weberian, memang negara itu sesungguhnya tidak benar-benar ada. Sehingga, sekali lagi misalnya, jika Indonesia bubar, bisa jadi tidak menjadi soal bagi Kesultanan Jogya, bagi rakyat Aceh, bagi rakyat Papua dan bagi pemilik-pemilik hutan dan perkebunan-perkebunan besar seperti Sinar Mas, Lippo, dll.

Professor Lembach mengembangkan teori gagalnya negara dalam dua model, yakni pertama “model privatization” dan kedua, “model fragmentation“.

Model pertama, menurutnya, negara gagal ketika ada “hidden agenda” memindahkan kekayaan negara dan asset-asset negara kepada konglomerat swasta. Sehingga, negara hanya merupakan birokrasi formalitas saja. Sedangkan model kedua, jika terjadi konflik golongan masyarakat di mana satupun tidak ada yang menang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama