Di wilayah yang disinggahi, melalui kegiatan perdagangan, agama Islam secara tidak langsung diperkenalkan karena diyakini memberikan kebaikan dan kedamaian bagi penduduk setempat.
Menurut catatan sejarah, Cheng Hoo mengunjungi kepulauan di Indonesia sebanyak tujuh kali. Ketika ke Samudera Pasai, ia a memberi lonceng raksasa “Cakra Donya” kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan di museum Banda Aceh.
Pada 1415, Cheng Hoo berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah satu peninggalannya, sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Suatu kali dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong yang merupakan orang kedua dalam armada Cheng Hoo sakit keras dan akhirnya turun di pantai Simongan, Semarang, dan menetap di sana.
Satu satu peninggalan rombongan Cheng Ho tersebut adalah Kelenteng Sam Po Kong (Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong.
Tidak salah jika pihak Persatuan Islam Tionghoa Indonesia menempatkan Cheng Hoo sebagai tokoh panutan karena sikapnya yang arif dan bijaksana dalam memimpin, serta datang dengan misi yang penuh kedamaian.
Untuk mengenang perjalanan Cheng Hoo, Pemerintah Kota Palembang membuat replika kapal yang terbuat dari kayu dengan ukuran 17×2 meter dan ditempatkan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS).
Melihat sejarah unik Cheng Hoo selama di Palembang, masjid dan replika kapal tersebut diharapkan akan menjadi salah satu daya tarik bagi tamu Asian Games pada 18 Agustus sampai 2 September 2018 mendatang. (Ant/SU05)