SERUJI.CO.ID – Seorang bekas pelatih sepakbola ternama Indonesia mantan pilar lini belakang Timnas Indonesia era 80-90an itu pernah membuat statement ini disalah satu medsos terkenal ,..” profesionalisme masa kini berbeda dengan masa ketika saya aktif menjadi pemain dulu”….seterusnya beliau mengatakan bahwa ..”Zaman dulu, pemain yang merasa kurang menambah porsi latihan. Jadi kami dulu sering menambah porsi lari usai sesi latihan rutin selesai,” ungkapnya…Namun kini apa yang terjadi dengan pemain sekarang?, , tidak ada pemanin saat ini yang terlihat menambah porsi latihan. Usai latihan, pemain sibuk sendiri bermain HP dan sebagainya. Ini menandakan profesilonalisme sudah meredup kini. Mereka tidak merasa bahwa setiap apa yang dilakukan tidak harus dipertanggungjawabkan, baik kepada dirinya sendiri sebagai seorang profesionalisme, orang tua, orang-orang yang membesarkannya namanya maupun kepada masyarakat yang sudah berharap banyak kepada mereka. Masihkah kita bisa mengatakan mereka profesionalisme ataukah mereka tidak memahami profesionalisme yang tentunya ada tanggungjawab sosial di sana?
Profesionalisme biasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh setiap eksekutif, profesi sendiri sering dipahami oleh masyarakat kebanyakan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian. Sehingga mereka yang bekerja belum tentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatu pekerjaan dapat disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksaan, dan penguasaan teknik intelektual yang merupakan hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
Profesionalisme juga sering dikatakan sebagai kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar dan uga komitmen dari para anggota dari sebuah profesi untuk meningkatkan kemampuan dari seorang karyawan. Ppofesionalisme merupakan bagian dari etika sosial yang menyangkut bagaimana mereka harus menjalankan profesinya secara profesional agar diterima oleh masyarakat. Dengan etika profesi diharapkan kaum profesional dapat bekerja sebaik mungkin, serta dapat mempertanggungjawabkan tugas yang dilakukannya dari segi tuntutan pekerjaan, maupun tuntutan lainnya di masyarakat, sebagai tanggung jawab sosilal. Namun kenyataan banyak yang menyepelekannya , ketika seseorang mengetahui keprofesionalitasannya, seseorang ini cenderung memanfaatkan kesempatannya, ada yang mengeruk keuntungan sebanyak dia mau dari hasil keahlian dan keintelektualitasannya ini, tanpa memandang apakah nilai yang ditawarkannya sepadan dengan yang dilakukannya. Karena tidak dapat kita pungkiri sangat sedikit orang-orang yang professional di masyarakat kita, dan ditambah lagi sangat sedikit orang-orang yang menjunjung tinggi nilai manfaat yang dilakukannya demi masyarakat atau kita katakana suatu tanggung jawab sosial yang sebenarnya harus dia emban.
. Hanya sedikit yang berhasil karena sebagian besar dari usaha itu berasal dari dirinya sendiri dan sebagian lain dari dorongan masyarakat.Kaum profesional secara tradisional memegang posisi yang menguntungkan karena adanya nilai dan kepercayaan di dalam relasi yang bersifat kepercayaan itu. Kaum profesional mengerjakan sesuatu yang bernilai, oleh sebab itu, diperlukan waktu untuk persiapan dan pelatihan yang diperlukan.Tidak hanya uang yang diberikan sebagai penghargaan kepada kaum profesional, banyak masyarakat memberi sesuatu yang lain kepada kaum profesionalnya. Kaum profesional tidak hanya menginvestasikan waktu untuk mendapatkan dan memelihara pengetahuan dan keahliannya, tetapi mereka juga harus berjanji kepada dirinya untuk menjunjung tinggi profesinya dengan cara menghargai kewajiban dan nilai-nilainya. Ketika profesional melanggar relasi yang bersifat kepercayaan atau mengeksploitasi kliennya, atau memberikan sesuatu di bawah standar, mereka tidak hanya mengancam kemakmuran kliennya saja, tetapi juga mengancam seluruh kaum profesional.
Seorang profesional yang baik adalah seorang yang menghasilkan. Lebih lanjut dikatakan bahwa memang tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan tidak boleh menyepelekan peran orang-orang yang menghasilkan. Daripada mereka menggunakan tenaganya untuk resah lebih baik gunakan tenaga itu untuk menghasilkan lebih banyak. Karena “politik organisasi” terkuat adalah HASIL. Jadi, meskipun orangnya tidak ramah, kasar, tidak sopan, tidak bisa bekerja dengan orang lain tetapi kalau menghasilkan akan tetap dipakai oleh perusahaan. Namun sementara, jika ingin berhasil harus diiringi dengan etika sebagai tanggungjawab sosial.
Profesi juga harus bisa memenuhi harapan dan kewajiban moral pada tingkatan masyarakat. Komitmen untuk melayani masyarakat harus dilaksanakan baik oleh praktisi individu maupun ikatan profesi. Ini berarti berperilaku baik diperhitungkan demi kebaikan masyarakat yang lebih luas. Misalnya, profesional membantu memecahkan berbagai masalah dan juga berarti bahwa asosiasi profesional mempergunakan kekuatan kolektif sebagai agen moral dan pengawas bagi masyarakat yang lebih baik. Memperhatikan perilaku etika dalam setiap profesi yang kita jalani akan menunjuk pada usaha baru dalam profesi untuk mencapai kualitas moral.
Pembentukan berbagai profesi dan penterjemahan secara luas ide-ide atas perilaku benar, menjadi pedoman formal (formal codes) etika dan perilaku profesional (professional conduct). Pernyataan-pernyataan atas etika terapan membimbing kaum profesional dalam berpraktik dan menyediakan dasar untuk penegakannya dan diikuti dengan sanksinya. Profesionalitas adalah tujuan dan merupakan hal yang penting yang harus menjadi perhatian bagi mereka yang memasuki profesi baru. Perilaku yang benar menyarankan bahwa tindakan harus sesuai dengan nilai moral yang diterima secara umum sebagai norma di sebuah masyarakat.
Di dalam profesi, penerapan atas nilai-nilai moral di dalam praktiknya dikenal dengan “etika terapan”.Jadi, pedoman profesional berdasar pada apa yang secara umum disadari sebagai motif penegakan moral (virtuous motives), diawasi dan dinilai berdasar pedoman perilaku, dan diperkuat melalui interprestasi konkrit bagi mereka yang menyimpang dari kinerja standar yang diakui. Prinsip di balik etika profesional adalah bahwa setiap tindakan dari seseorang diarahkan untuk membentuk sesuatu yang terbaik bagi klien dan bagi masyarakat sebagai satu kesatuan, dan tidak hanya semata-mata ditujukan untuk memperkuat posisi dan kekuatan pra praktisi.
Oleh sebab itu untuk melindungi, baik kepada klien maupun kepada keuntungan posisi di dalam masyarakat, kaum profesional membuat pedoman etika dan standar praktik. Pedoman-pedoman ini sering mempunyai kekuatan hukum dan kekuatan untuk memberlakukan sanksi. Argumentasi atas pedoman dan penegakan secara ketat ini bersandar pada kepercayaan bahwa kaum profesional bekerja dengan melibatkan pengetahuan yang bernilai, bersifat khusus dan juga memiliki syarat keahlian, demi kebaikan public, dan hanya dimiliki oleh mereka yang berpengetahuan mendalam sehingga hanya mereka yang masuk kualfikasilah yang dapat melakukan praktik.
Etika reputasi dan profesionalisme merupakan perhatian dunia terlebih dengan tuntutan tanggungjawab sosial yang tidak lagi hanya menjadi isu lokal, oleh sebab itu penggalian dasar etika dan profesional dari para praktisi profesi tidak dapat diabaikan. Idealnya masyarakat profesional dan asosiasi melakukan kebijakan ke dalam (self policing) untuk menghalangi penyalahgunaan jabatan, dan mendorong moralitas secara bersama-sama dan menjamin bahwa para profesional akan tujuan utamanya yang pasti adalah untuk melindungi klien atas layanan