oleh
dr. Irsyal Rusad, Sp PD, dokter spesialis Penyakit Dalam.
Dalam perjalanan cukup lama dari Halifax ke Vancouver, sekitar 5 jam non stop tahun yang lalu, di sebelah saya duduk seorang penumpang wanita usia lanjut. Saya perkirakan usianya sekitar 70 tahun. Seperti penumpang lain yang berusaha menggunakan waktu yang panjang itu dengan berbagai aktifitas, Ibu ini saya lihat sejak awal pesawat mulai “take-off” sudah asyik membaca. Kadang-kadang ia selingi dengan mengisi teka-teki silang seperti sudoku.
Walaupun duduk bersebelahan, pada awalnya saya tidak berani menegurnya, kecuali pada saat pertama kali saya minta izin mau duduk di kursi sebelahnya. Itu pun hanya dengan sedikit senyum saja. Rasa sungkan, tidak ingin mengganggu, apalagi beliau sibuk dengan aktifitas membaca itu, dalam 1-2 jam perjalanan kami diam saja. Tetapi, waktu saya mengeluarkan sebuah buku berbahasa Indonesia, dan ketika saya juga membacanya, tidak berapa lama kemudian, ia menyela, “Anda dari Indonesia?” Tanyanya dengan nada ingin tahu.
”Ya, Indonesia, dari Sumatera,” saya mencoba menegaskan.
Seperti ingin tahu lebih jauh Ibu ini bertanya, “Sumatera? Saya pernah ke sana, ke Padang, Bukittinggi. Saya ke sana tahun 1970 bersama suami saya”.
“Itu kota kelahiran saya, saya dilahirkan di sana,” jawab saya. “Anda suka Bukittinggi?”
“Suka sekali, sampai sekarang saya masih ingat tempat-tempat yang pernah kami kunjungi. Kami jalan-jalan ke Danan Maninjau, Ngarai Sianok, Ngalau Kamang dan banyak lagi, bahkan kami jalan kaki dari Bukittinggi melewati Ngarai Sianok, menyusuri kampung-kampung di sana, cantik sekali. Makanannya juga, saya sangat menikmatinya, apa itu namanya,… daging yang hitam?” Ia diam sebentar, mungkin mencoba mengingatnya.
“…Oh, rendang?”, kata saya menimpali.
“Ya, ya, rendang, enak sekali, saya suka”, ungkapnya sambil senyum.