MENU

Pemerintah Didesak Segera Ambil Prakarsa Soal RUU Penyiaran

PALU, SERUJI.CO.ID – Pakar hukum tata negara Prof Dr Jimly Asshiddiqie mendesak pemerintah segera mengambil prakarsa terkait penyelesaian revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, atau dikenal UU Penyiaran yang sedang berproses di DPR RI guna memperkuat fungsi dan peran Komisi Penyiaran Indonesia sebagai pengawas industri penyiaran yang semakin bebas dewasa ini.

“Kalau pembahasan revisi UU Penyiaran di DPR tak maju-maju juga, pemerintah harus ambil inisiatif karena penguatan KPI dewasa ini sudah sangat mendesak,” katanya pada seminar utama dalam rangka Rapat Koordinasi Nasional Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2018 di Palu, Senin (2/4).

Seminar yang digelar terkait Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) ke-85 dengan tema “Menjaga keutuhan NKRI melalui dunia penyiaran yang sehat dan berkualitas” ini menghadirkan pembicara Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menkominfo Rudiantara dan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Asriel Tanjung.

“Menteri Kominfo harus ambil alih masalah ini. Saya menyarankan dibentuk desk khusus di Kantor Staf Presiden (KSP) mengenai UU Penyiaran,” ujarnya sambil menatap Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan Menkominfo Rudiantara yang duduk di sebelahnya.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, pengawasan penyiaran dewasa ini sudah merupakan keharusan karena sesuai hasil penelitian, 70 persen persepsi publik dipengaruhi oleh televisi.

Ia menegaskan bahwa KPI harus diperkuat dan diberi wewenang sebagai wasit dan yudikasi (pengadil) untuk mengontrol lembaga penyiaran seperti halnya Bawaslu mengontrol kebebasan berpolitik khususnya pelaksanaan pemilu/pilpres/pilkada, dan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mengontrol kebebasan berusaha.

“Kalau (pembahasan revisi UU Penyiaran di DPR RI) nggak maju-maju, ambil alih saja oleh menteri (Menkominfo). Harus ada inisiatif dari pemerintahan. Partai (di DPR RI) itu sudah terlalu banyak dan kepentingan mereka campur aduk. Pemerintah akan lebih objektif untuk mengambil alih penyelesaian revisi UU Penyiaran ini,” katanya.

Jimly menegaskan bahwa penguatan KPI merupakan hal yang sangat serius di Indonesia dewasa ini karena terkait dengan masalah riil yang sedang dihadapi di seluruh dunia, yakni berkembangnya kebebasan berpolitik, kebebasan berusaha dan kebebasan bermedia.

“Kalau kebebasan berpolitik ada lembaga pengawasnya yakni Bawaslu, dan kebebasan berusaha memiliki KPPU sebagai pengontrol, maka kebebasan bersiaran saat ini belum memiliki lembaga pengawas yang kuat, karena KPI sendiri tidak memiliki wewenang sebagai regulator dan pengadil seperti Bawaslu dan KPPU. Padahal, Bawaslu, KPPU dan KPI sama-sama amanat reformasi,” ujarnya.

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER