Setya Novanto.

SERUJI.CO.ID – Setnov (Setya Novanto) sedang menulis bab terakhir dari buku perjalanan politiknya. Sungguhpun itu hanya bab terakhir, dan sudah banyak bab sebelumnya, bab terakhir itu yang akan menentukan tempat Setnov dalam sejarah.

Apakah Setnov akan dikenang sebagai kisah tragedi semata? Ataukah akhirnya kisah tragedi itu bercampur pula dengan aroma harum seorang pahlawan? Mampukah dan maukah Setnov menutup karir politiknya dengan sejenis kisah happy ending bagi tumbuhnya pemerintahan yang bersih?

Setnov kini sepenuhnya memilih. Mega korupsi E- KTP adalah panggungnya. Ia berada di sentral proyek itu. Dalam korupsi berjemaah, uang itu seperti lagu bengawan solo: “air mengalir sampai jauh. Akhirnya ke laut.” Setnov tahu hulu dan hilir mengalirnya uang yang kini dituduh sebagai uang korupsi.

Apakah Setnov memilih menyimpan semua nama? Lalu ia sendirian bersama pelaku kelas kecil saja meringkuk di penjara? Ia biarkan pemain besar bergentayangan di luar sana, dan potensial mengulang korupsi berjemaah kembali? Ia biarkan “mafia korupsi” tetap terjadi lagi karena permainan mafia tetap aman tersembunyi? Lalu Setnov sendiri memilih dikenang semata sebagai titik hitam contoh seorang politisi?

Ataukah Setnov ingin menyumbang sesuatu bagi terciptanya pemerintahan Indonesia yang bersih di kemudian hari? Ia misalnya membagi pengetahuan dan pengalaman bagaimana “mekanisme permainan uang di pemerintahan,” untuk pelajaran ke depan.

Setnovpun berubah dari seorang politisi dan pada waktunya menjadi sebuah istilah “Setnov Effect.” Itu istilah yang mengacu pada kesaksian Setnov yang akhirnya mengubah politik Indonesia.

Tentu kesalahan Setnov tetap tak bisa dihapuskan. Namun bab akhir karir politiknya, “Setnov Effect” itu menjadi harum karena misalnya, ia membongkar mafia, yang menyebabkan mekanisme mafia itu hilang dalam belantara politik Indonesia.

Dua hari lalu, Setnov sudah membuat heboh. Ia menyebut dana korupsi E-KTP mengalir bahkan sampai pada Puan Maharani, seorang calon “permaisuri” politik Indonesia berikutnya. Puan sudah membantah. Dan Puan berhak atas “asumsi tak bersalah”: bahwa Puan harus dianggap tak bersalah sampai pengadilan memutuskannya bersalah.

Akankah Setnov gentar dan mundur kembali? Ataukah Setnov mulai militan dengan semangat “tobat nasuha,” dan spirit “Khusnul Khatimah?”

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama