MENU

Terkait Kasus E-KTP, KPK Akan Periksa Keponakan Setnov

JAKARTA – Terkait penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e), Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, keponakan Ketua DPR RI Setya Novanto.

“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Setya Novanto (SN),” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (31/7).

Selain memeriksa Irvanto, KPK juga akan memeriksa dua saksi lainnya untuk Setya Novanto dalam kasus yang sama, yakni Toni yang berprofesi sebagai wiraswasta dan Yuliana sebagai karyawan swasta.

Sebelumnya, dalam penyidikan kasus tersebut, KPK telah menggeledah rumah Irvanto di Kompleks Kelapa Hijau, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Kamis (28/7).

Dari penggeledahan itu, disita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik.

Selain itu, KPK juga telah mencegah Irvanto ke luar negeri.

“Saksi Irvanto Hendra Pambudi dicegah ke luar negeri untuk kepentingan pemeriksaan dalam kasus KTP-e untuk tersangka SN,” kata Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (24/7) lalu.

Febri menyatakan saksi Irvanto Hendra Pambudi dicegah ke luar negeri untuk enam bulan ke depan terhitung sejak 21 Juli 2017.

Sebelumnya, Irvanto Hendra Pambudi, mengaku memimpin konsorsium Murakabi Sejahtera yang merupakan salah satu peserta lelang KTP elektronik.

“Saat KTP-elektronik, Murakabi ikut serta menjadi Ketua Konsorsium Murakabi, lead-nya saya sendiri,” kata Pambudi, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, di Jakarta, Kamis (27/4).

Ia bersaksi untuk dua terdakwa, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada direktorat jenderal itu, Sugiharto.

Pambudi dalam sidang pun mengaku sebagai keponakan Novanto. Dalam dakwaan, Novanto disebut sebagai orang yang punya pengaruh besar untuk menentukan anggaran KTP elektronik di DPR diputuskan.

“Setya Novanto om saya dari ibu,” akunya.

Pambudi juga mengaku bahwa dirinya aktif di Partai Golkar tempat pamannya memimpin dan bahkan menjadi wakil bendahara DPP Golkar.

“Waktu KTP elektronik itu bukan partai, tapi Kosgoro tahun 2009-2011, tapi saya tidak aktif. Setelah 2011 saya di DPP Partai Golkar sebagai anggota bagian kepemudaan dan saat ini sejak periode 2016 saya menjadi Wakil Bendahara Partai,” katanya.

Pambudi mengaku PT Murakabi itu ia beli pada 2006 dengan membeli saham adik Andi Narogong, Vidi Gunawan. Dia sudah mengenal Vidi yang merupakan teman SMA-nya di Bogor. Sehingga Pambudipun menjabat sebagai manager pengembangan bisnis PT Murakabi Sejahtera pada 2007-2010 dan pada 2010 ia menjadi direktur pada perusahaan itu.

“Kami bergerak bidang printing, lalu security printing. Selama mulai Murakabi ikut, kami berkutat seputaran bidang printing security dan printing itu saja awalnya kenapa bisa masuk ke KTP elektronik,” katanya lagi

Dia pun juga mengaku pernah datang ke ruko Fatmawati tempat Andi Narogong mengatur para pengusaha untuk mengerjakan proyek KTP elektronik untuk mengatur pelelangan sehingga konsorsium yang mereka inginkan dapat menang lelang.

“Pernah sekali datang ke ruko Fatmawati pada sekitar akhir 2010. Saat itu ada rekan saya dari PT Pura yang menginformasikan bahwa ada pertemuan sejumlah perusahaan percetakan di ruko itu,” imbuhnya.

Seperti yang diberitakan sebelumya KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

“KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan saudara SN (Setya Novanto) anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri,” papar Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin (17/7) lalu.

Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sebelumnya, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta pada Kamis (20/7) juga telah menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun kepada mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan lima tahun penjara kepada mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dalam perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik. (HA)

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

Sumber:Antara

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER