“Di BAP 16 katanya Paulus Tannos pernah minta modal ke Made Oka?” tanya hakim.
“Di luar itu pertemuan itu karena dia tidak punya modal untuk membeli mesin, jadi minta dicarikan pinjaman untuk mendapatkan uang ke Pak Oka Masagung,” ungkap Charles.
“Saudara juga menanyakan kepada Made Oka Masagung siapa pemilik KTP-el lalu saudara menjawab multipartai merah kuning biru, memang partai apa?” tanya jaksa penuntut umum KPK Eva Yustisiana.
“Itu yang saya dengar dari pasaran, asumsi saya kuning itu Golkar, merah itu PDIP, biru itu Demokrat,” jawab Charles.
Pertemuan itu adalah pertemuan ketiga antara Charles dan Setnov. Charles mengenal Made Oka Masagung dari mantan mertuanya. Ia mengaku mendengar mengenai proyek KTP-el lalu menelepon Made Oka dan 3 minggu kemudian ia diajak ke rumah Setnov.
“Pada pertemuan pertama saya ditanya dari mana punya keahlian apa HP. Beliau (Setnov) dan Pak Oka pindah bicara ke ruangan lain, tidak dengar. Setelah itu, sudah saya diajak pulang. Saya sempat tanya itu siapa, ya, dia bilang udah ikutin aja prosesnya,” jelas Charles.
Pertemuan kedua adalah di Gedung DPR RI ramai-ramai di ruangan besar sekaligus makan siang.
“Tujuannya saya tidak tahu. Saya cuma diajak beliau (Made Oka),” ungkap Setnov.
Setnov pun tidak membantah ada pertemuan tersebut di rumahnya.
Dalam perkara ini, Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135.000 dolar AS dari proyek KTP-el. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd. dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura Made Oka Masagung.
Adapun jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan Direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp2,3 triliun. (Ant/SU03)