MENU

Sesuai UU, Setnov Tetap Ketua DPR Meski Berstatus Tersangka

JAKARTA – Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat tetap mempertahankan Setya Novanto meduduki kursi Ketua, meskipun Novanto berstatus sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).

Keputusan untuk mempertahankan Setya Novanto, diambil pada rapat pimpinan yang di antaranya dihadiri Novanto, dengan para Wakil Ketua DPR yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto, dan Taufik Kurniawan.

“Tidak ada perubahan konfigurasi, pimpinan DPR tetap seperti sekarang ini,” kata Fadli Zon kepada wartawan, Selasa (18/7).

Setya Novanto, lanjut Fadli, akan tetap menjadi ketua, kecuali ada perubahan keputusan dari Partai Golkar yang mengusungnya.

Kedudukan Setya Novanto masih sebagai Ketua DPR disebut merujuk pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Badan Keahlian DPR RI, Kadir Johnson Rajagukguk yang mengatakan bahwa status tersangka Novanto tak akan berpengaruh terhadap kedudukannya sebagai Ketua DPR.

Dalam UU MD3 pasal 87 ayat 2 huruf c, tersebut disebutkan bahwa pemberhentian pimpinan DPR dapat dilakukan jika yang bersangkutan telah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Pemberhentian itu pun hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih.

“Karena ini masih tersangka tentu tidak ada pengaruh terhadap kedudukan Pak Novanto sebagai Ketua DPR,” kata Johnson.

Sementara itu Setya Novanto mengatakan penetapan tersangka terhadap dirinya akan didiskusikan kepada para pengacara. Setya menegaskan beberapa saksi seperti Andi narogong telah menyatakan tak memberikan uang kepadanya.

“Saya tidak pernah menerima karena uang Rp 574 miliar itu besarnya bukan main. Saya mohon betul-betul jangan sampai kami mendapat penzaaliman,” kata Setya.

Penetapan Setya Novanto sebagai tersangka menuai reaksi mendesak dirinya mundur dari kursi Ketua DPR.

Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), Donal Fariz mengatakan bahwa Novanto harus segera mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR sebagai langkah menghormati proses hukum. Selain itu, untuk menghindari penyalahgunaan wewenang oleh Novanto ketika proses hukum terkait dirinya sedang berjalan.

“Agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang sebagai pimpinan lembaga negara untuk melawan proses hukum, sehingga tidak terjadi konflik kepentingan,” kata Donal dalam siaran pers, Senin malam (17/7).

Donal pun meminta Golkar agar mendukung proses penegakan hukum yang dilakukan KPK, alih-alih menentangnya.

Donal mengatakan dukungan terhadap proses penegakan hukum perlu dilakukan agar citra partai berlambang beringin itu tak semakin buruk. Terlebih ketika Novanto yang menjadi Ketua Umum ditetapkan sebagai tersangka.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, Novanto diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan senilai Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket penetapan e-KTP tahun 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

KPK menduga Novanto melalui Andi Agustinus alias Andi Narogong memiliki peran, baik dalam proses perencanaan dan pembahasan di DPR dan proses pengadaan barang jasa dalam proyek e-KTP. Novanto juga diduga telah mengkondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa e-KTP melalui Andi Narogong. (JarotS/HA)

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

Sumber:Antara

3 KOMENTAR

  1. Namun, alangkah baiknya secara moral dan etika, pak SN mengundurkan diri saja dari ketua DPR RI. Hal ini dimaksudkan agar lebih fokus dlm menghadapi proses hukum yg saat ini sedang dijalani di KPK

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER