MENU

Soal Islam Nusantara

|

Oleh:
Prof. Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS Surabaya


SERUJI.CO.ID – Akhir-akhir ini ada wacana bahwa Islam itu Arabism dan menjajah. Banyak orang tidak tahu bahwa Muhammad bin Abdullah itu bukan dari bangsa Arab asli (‘arabun). Oleh Philip K. Hitti, Muhammad disebut musta’ribah yaitu diArabkan melalui proses naturalisasi.

Muhammad bin Abdullah itu dari suku Quraisy yg merupakan keturunan Ismail AS (anak Ibrahim AS yg tinggal di lembah Babilonia), yang mengawini perempuan Arab asli dari suku Jurhum. Oleh karena itu Muhammad disebut ‘arabiyyun. Ismail membawa ajaran Islam yang diperolehnya dari Ibrahim ayahnya.

Al qur’an pun bukan berbahasa Arab, tapi berbahasa yang serumpun dengan bahasa Arab. Perbedaanya seperti antara bahasa Melayu Kuno dengan bahasa Indonesia saat ini. Keduanya serumpun.

Semula bangsa Arab adalah sebuah bangsa yang boleh diabaikan dalam peradaban dunia. Peradabannya sedikit yang bisa dibanggakan. Setelah Islam datang ke Hijaz, Islam telah mengangkat bangsa Arab ke derajad yang tinggi. Suku atau bangsa apapun akan naik kelas jika belajar dan hidup dengan cara Islam.

Jadi bangsa Arab dimuliakan oleh Islam. Bukan sebaliknya. Bahkan Islam sering dinodai oleh bangsa Arab.

Di Nusantara, adalah Islam yang mengangkat derajad bangsa yang bhinneka ini. Islam pulalah yang menginspirasi perlawanan terhadap penjajah yang justru membawa misi memurtadkan Nusantara dari Islam. Pondok-pondok pesantren adalah pusat-pusat perlawanan menghadapi penjajah. Budaya Jawa yang nrima-an tidak memiliki semangat jihad seperti Islam. Proklamasi kemerdekaan RI tidak terbayangkan tanpa Islam.

Adalah ahistoris jika ada pernyataan bahwa Islam harus dinusantarakan. Klaim ini tidak saja keliru tapi juga dungu, jika bukan sesat. Peradaban Islam di Nusantara adalah sebuah penaklukan moral, bukan penjajahan ala Portugis ataupun Belanda.

Gunung Anyar, 14/7/2018

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

Daniel Mohammad Rosyid
Daniel Mohammad Rosyid
Guru Besar ITS Surabaya, Pemerhati Pendidikan dan Kebijakan Publik.
spot_img
Guru Besar ITS Surabaya, Pemerhati Pendidikan dan Kebijakan Publik.

TERPOPULER

Belajar, Bukan Bersekolah

Akhir pandemi belum juga jelas, satu hal sekarang makin jelas: Gedung-gedung megah persekolahan itu makin tidak relevan jika dipaksakan untuk kembali menampung kegiatan bersekolah lagi. Sekolah harus direposisi. Juga guru.

Reposisi Sekolah Demi Pendidikan

Refleksi Akhir Tahun Pendidikan

spot_img