Selama persidangan pemerintah juga menghadirkan sedikitnya dua ahli hukum administrasi, yakni Dr. Philipus Mandiri Hadjon SH. serta Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrulloh dalam kapasitasnya sebagai ahli hukum administrasi negara.
Meskipun keduanya hadir dalam jadwal persidangan berbeda, namun adanya dua saksi ahli hukum administrasi ini menunjukkan Pemerintah sangat ingin membuktikan bahwa pencabutan status badan hukum HTI dilakukan sesuai prosedur oleh pejabat berwenang.
Philipus dalam kesaksiannya menyebut, pejabat yang menerbitkan keputusan berwenang mencabut kembali keputusannya. Dalam konteks ini Menkumham selaku pihak yang menerbitkan status badan hukum bagi HTI berhak mencabut kembali status itu atas dasar yang jelas.
Pencabutan status badan hukum ini, menurut Philipus, masuk dalam kategori sanksi administratif yang bisa dilakukan tanpa melalui proses pengadilan demi mengakhiri sebuah pelanggaran.
Sementara Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrulloh dalam kapasitasnya selaku ahli hukum administrasi negara, menyampaikan dalam aspek keberlakuannya, setiap keputusan yang telah dibuat pejabat tata usaha negara berlaku sesaat setelah ditandatangani.
Jika dikaitkan dengan posisi HTI, maka HTI sudah tidak berbadan hukum ketika SK Menkumham ditandatangani.
Menurut Zudan ketika sudah ditandatangani penetapan pencabutan badan hukumnya oleh pejabat tata usaha negara yang berwenang, maka baju atau status badan hukum suatu organisasi sudah terlepas dan yang tersisa hanya lah anggota-anggota atau mantan anggota badan hukum tersebut.
Ia menjelaskan pejabat tata usaha negara juga tidak perlu menunggu putusan pengadilan dalam mengambil keputusan, untuk mencegah timbulnya kerugian negara. Zudan menekankan sebuah keputusan tata usaha negara pasti tidak lahir serta merta, namun sudah melalui tahap pengkajian dan memiliki rasionalitas yang melatarbelakanginya.
Keterangan saksi-saksi serta dokumen bukti, akan menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim PTUN yang dipimpin Hakim Ketua Tri Cahya Indra Permana SH MH, dan dua Hakim Anggota Nelvy Christin SH MH dan Roni Erry Saputro SH MH dalam mengambil putusan.
Majelis Hakim tentu wajib hukumnya bersikap adil, dan mengambil sikap hanya berdasarkan fakta yang muncul dalam persidangan, tanpa adanya tekanan dari pihak-pihak di luar persidangan.
Jika memang fakta persidangan kuat membuktikan ideologi yang diperjuangkan HTI bertentangan dengan Pancasila, anti-demokrasi, dan ingin membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, layaknya yang menjadi alasan pembubaran perkumpulan itu oleh Pemerintah, maka Majelis Hakim akan menolak gugatan yang dilayangkan eks HTI. Begitu pula sebaliknya. (Ant/SU05)