JAKARTA, SERUJI.CO.ID –Â KPK akan mempertimbangkan permohonan Setya Novanto sebagai “justice collaborator” (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap perkara korupsi KTP-el.
“Terkait JC akan kami pelajari, kami belum diskusikan hal itu,” kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ahmad Burhanuddin di Jakarta, Jumat (23/3).
Pada sidang Kamis (22/3), Setya Novanto (Setnov) mengajukan permohonan sebagai JC dan mengungkap sejumlah nama yang menurutnya ikut menerima uang dari proyek KTP-el.
Nama-nama tersebut adalah mantan Wakil Ketua DPR Pramono Anung dan mantan Ketua Fraksi PDI-Perjuangan di DPR Puan Maharani yang disebut menerima 500 ribu dolar AS, anggota Komisi II dari PDIP Arief Wibowo, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Melchias Markus Mekeng, Wakil Ketua Banggar Tamsil Linrung, Wakil Ketua Banggar Olly Dondokambey, Wakil Ketua Komisi II Ganjar Pramono masing-masing 500 ribu dolar AS, Ketua Fraksi Partai Golkar Chairuman Harahap, serta Ketua fraksi Partai Demokrat saat itu Jafar Hafsah senilai 250 ribu dolar AS.
“Kita pelajari dulu (nama-nama) baru karena infonyakan kan baru, nanti akan disampaikan kepada penyidik. Saya baru dengar juga,” tambahnya.
Sedangkan pengacara Setnov, Maqdir Ismail mengaku bahwa nama-nama yang disebutkan Setnov dalam persidangan berasal dari pemilik OEM Investment Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte Made Oka Masagung.
“Dia mendengar dari Oka, sejumlah orang yang terima uang, dan kemarin malam itu dikonfirmasi oleh Irvan. Saya kira itu sesuatu yang maju di dalam perlembangan tentang siapa saja yang menerima uang itu. Saya kira itu yang mesti dilihat sebagai itikad baik,” kata Maqdir.
Mengenai kebenaran informasi tersebut, Maqdir tidak mempersoalkannya, apalagi selama menjadi saksi di persidangan, Made Oka selalu berkata “lupa”.
“Yang kita juga dengar di persidangan Oka selalu mengatakan lupa. Ini satu ‘problem’ tersendiri. Tapi saya kira kita dengar saja kelanjutannya, kita lihat, seperti apa yang terjadi,” ucap Maqdir.
Ia pun berharap tuntutan terhadap Setnov sesua dengan apa yang dilakukan kliennya, karena ia meyakini bahwa Setnov tidak mendapatkan uang secara “riil”.
“Secara riil tidak ada uang yang dia terima, dia hanya menjadi fasilitator. Apakah pantas seorang fasilitator dihukum dengan hukuman yang tinggi? Mestinya tidak, itu tidak adil. Bagi saya, sebagai seorang politikus dan penyelenggara negara, dia sudah sampaikan apa yang dia lakukan, jangan lupa, menyebut nama orang itu risikonya besar sekali tanpa ada jaminan perlindungan dari penerima JC tersebut,” ungkap Maqdir. (Ant/SU03)