MENU

Indef: RAPBN 2018 Terlalu Populis, Tidak Realistis

JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Pemerintah menetapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar Rp2.204 triliun. Di mana, pendapatan hanya dipatok sebesar 1.894,7 triliun. Meskipun target ini tergolong realistis dengan asumsi penerimaan penerimaan APBNP 2017 tercapai 100 persen, tetapi seiring ancaman shortfall pajak maka membuat target tersebut dapat saja meleset.

“RAPBN 2018 kesimpulanya terlalu populis, tidak realistis dan tidak produktif karena terlalu akomodatif terhadap tahun politik,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, di Jakarta, Rabu (18/10).

Meski dinilai tidak realistis, menurut Enny sah-sah saja, karena pemerintah harus melakukan pembuktian terhadap janji 5 tahunan. Apalagi,  2018 menjadi tahun‎ penentuan terhadap kinerja rezim.

“Tetapi kalau ingin membuktikan hasil kinerja, seharusnya dengan kalkulasi yang betul-betul matang. Kalau hanya berdasar populis,‎ maka hampir semua target yang telah terdokumen di APBN 2018 akan meleset,” kata Enny.

‎Enny pun menyorot belanja non kementrian dan lembaga sebesar Rp607 triliun. Kemudian ditambah pembayaran cicilan pokok dan bunga utang sebesar Rp238 triliun, sudah menghabiskan 40 persen. “Jadi bagaimana ini akan menjadi stimulus yang kita harapkan untuk perekonomian,” kata dia.

Menurut Enny, hal yang perlu diperhatikan adalah siklus politik anggaran yang masih kentara. Di mana, terlihat pola yang sama saat menjelang Pemilu 2009 dan 2014, ‎pemerintah meningkatkan belanja sosial.

Belanja perlindungan sosial sebenarnya telah ‘curi start’ sejak APBN-P 2017. Di mana, perbandingan antara APBN-P 2016 dan APBN-P 2017 naik 16,08 persen. ‎Kenaikan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan RAPBN 2018, tetapi sesungguhnya share belanja perlindungan sosial pada RAPBN-P 2018 mencapai 11,22 persen atau tertinggi ketiga setelah belanja fungsi pelayanan umum dan ekonomi.

“Indikatornya jelas, penerima PKH misalnya naik dari 6 juta rumah tangga sasaran, menjadi 10 juta rumah tanga,” katanya.

Menurut Enny, memasuki tahun politik 2018, dengan akan diselenggarakanya Pilkada serentak di 171 daerah, maka upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi ke 5,4 persen juga menjadi tidak mudah. Sebab, seiring dengan kerapnya pemerintah gagal mencapai target penerimaan‎, maka dunia usaha akan wait and see.

“Akibatnya, dapat saja perekonomian baru akan menggeliat di semester II 2018. Artinya, momentum peningkatan pertumbuhan ekonomi di semester I 2018 tidak optimal, meskipun tidak ada jaminan juga bakal ada akselerasi di semester II nanti, karena ada persiapan Pilpres juga,” pungkas Enny. (Achmad/Hrn)

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER