PEKANBARU, SERUJI.CO.ID – Asosiasi perusahaan biro perjalanan Indonesia (Asita) Provinsi Riau menilai pemerintah seharusnya bisa menurunkan harga tiket pesawat maksimal 45 persen dari harga saat ini. Hal itu berdasarkan daya beli masyarakat umum untuk membeli tiket moda transportasi udara.
“Kalau ukuran (turun) 12 sampai 16 persen itu masih mahal. Harusnya 35 sampai 45 persen baru realistis,” kata Ketua Asita Riau, Dede Firmansyah di Pekanbaru, Rabu (15/5).
Dede beranggapan penurunan Tarif Batas Atas (TBA) tidak realistis, sebab kenaikan harga tiket sudah dikeluhkan sejak akhir tahun lalu. Persentase penurunan TBA seharusnya bisa lebih dari itu.
“Karena dari Desember 2018 hingga Januari 2019 kenaikan tiket lebih 50 sampai 60 persen. Jadi realistisnya penurunan TBA 35 sampai 45 persen,” sebutnya.
Menurutnya, harga tiket per hari ini tercatat masih tinggi walau sudah ada yang turun 16 persen. Contohnya di maskapai Garuda Indonesia rute Pekanbaru-Jakarta turun dari Rp1,8 juta ke Rp1,5juta, kemudian Batik Air dari Rp1,2 juta ke Rp1juta per orang.
“Belum semua menurunkan harga tiket rata-rata masih di atas Rp1,6 juta,” ujarnya.
Namun demikian, ia mengapresiasi kebijakan Kementerian Perhubungan yang telah menurunkan Tarif Batas Atas tiket pesawat senilai 12 persen hingga 16 persen.
Hanya saja, Dede menilai penurunan harga sebesar 16 persen tidak serta merta mendongkrak jumlah penumpang pesawat udara, meski ada momen Idul Fitri.
Bahkan, ia memprediksi tingkat arus penumpang saat puncak arus mudik (peak season) tahun ini akan terjadi penurunan.
“Kalau dibandingkan dengan mudik tahun lalu, mudik tahun ini pasti akan sangat menurun,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah menurunkan tarif batas atas tiket pesawat 12 persen sampai 16 persen. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi saat Rapat Koordinasi Pembahasan Tindak Lanjut Tarif Angkatan Udara, di Jakarta, Senin (13/5).
Keputusan penurunan Tarif Batas Atas akan berlaku efektif sejak ditandatanganinya Peraturan Menteri Perhubungan dengan target tanggal 15 Mei 2019 dan akan dievaluasi secara kontinu.