TEMANGGUNG, SERUJI.CO.ID – Penerapan sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang di sejumlah daerah, termasuk di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, dikhawatirkan dapat menurunkan semangat anak maupun sekolah meraih prestasi akademik, kata pengamat pendidikan di Temanggung Zaenal Faizin.
Zaenal mengatakan dalam PPDB tahun ini murni berdasarkan jarak calon siswa dengan sekolah, tanpa mempertimbangkan nilai akademik yang diraih seorang siswa.
“Saya tidak tahu persis dengan kebijakan ini kenapa prestasi akademik menjadi hilang sama sekali,” kata Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Temanggung ini, Senin (20/5).
Ia menuturkan ada keluhan beberapa guru sekarang tidak mengejar prestasi, karena anak didiknya tidak bisa masuk ke sekolah favorit.
Menurut Zaenal setiap kebijakan ada plus minusnya. Dari sisi plusnya, dengan pertimbangan tidak boleh ada anak di sekitar sekolah tidak sekolah maka wajib diterima.
“Hal itu bagus saya kira, jadi semua anak bisa sekolah di sekolah yang dekat. Kemudian dari sisi pemerataan sekolah juga baik menurut saya, kalau itu memang benar-benar jalan on the track,” katanya.
Namun, katanya, secara teknis bisa menjadi persoalan besar karena penerimaan siswa berdasarkan jarak itu ukurannya umum, yakni jarak 0-0,5 kilometer dapat skor tertinggi, kemudian jarak 0,6-1 kilometer dapat skor sekian dan seterusnya.
Padahal pihak sekolah belum tentu bisa mengukur persis jarak calon siswa A dan B ukuran riilnya jauh yang mana, karena ukuran yang digunakan desa/kelurahan bukan garis lurus sekolah dengan rumah calon siswa.
“Jadi bisa jadi anak yang rumahnya pojok paling ujung di daftarnya sama jauhnya dengan anak yang ujung paling dekat, karena ukurannya dengan basis desa/kelurahan,” katanya.
Menurutnya, hal itu persoalan teknis yang bisa berakibat fatal bagi anak yang seharusnya bisa diterima di sekolah tertentu menjadi tidak bisa diterima, apalagi calon siswa yang lebih dulu mendaftar juga menjadi pertimbangan.
“Kemungkinan ada anak yang mendaftar di pilihan pertama di sekolah terdekat tidak diterima karena kuotanya sudah penuh, apalagi ke sekolah pilihan kedua yang jaraknya lebih jauh. Dalam hal ini anak dengan kemampuan akademik bagus bisa tidak tertampung di sekolah yang diinginkan dan larinya ke sekolah swasta, padahal belum tentu orang tuanya mampu menyekolahkan anaknya di sekolah swasta karena faktor biaya,” katanya.
Ia menuturkan bagi sekolah swasta juga belum tentu diuntungkan dengan limpahan anak-anak yang tidak masuk karena kuotanya habis itu, karena faktor kepercayaan orang tua terhadap sekolah swasta juga tergantung sekolahnya.
Ia mengatakan banyak orang tua yang ingin anaknya dapat sekolah yang bagus. Dalam konteks ini efek sampingnya baik sekolah negeri maupun swasta harus meningkatkan citra mutunya.
“Sekolah swasta kalau citra mutunya sudah tertanam bagus maka orang tidak akan lagi berpikir negeri dan swasta. Tidak diterima di negeri tidak apa-apa karena ada swasta yang bagus,” katanya.