JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Terpidana kasus terorisme Ustadz Ba’asyir menolak menandatangani surat pernyataan untuk setia pada Pancasila dan NKRI sebagai salah satu persyaratan kebebasan. Meski demikian, Presiden Jokowi membebaskannya dari penjara dengan pertimbangan faktor kemanusiaan.
Dalam jumpa pers yang digelar di Kantor Hukum Mahendradatta, Jakarta Selatan, Sabtu (19/1), Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengungkap alasan penolakan ustadz Ba’asyir meneken surat tersebut karena kepercayaan dan pendirian ustadz Ba’asyir hanya untuk hal diyakininya dalam agama Islam.
“Pak Yusril kalau suruh tanda tangan itu, saya tak mau bebas bersyarat, karena saya hanya patuh dan menyembah-Nya, inilah jalan yang datang dari Tuhan mu,” kata Yusril menirukan perkataan ustadz Ba’asyir saat di Lapas Gunung Sindur, Jawa Barat, Jumat (18/1).
Mendengar jawaban ustadz Ba’asyir, Yusril berusaha meyakinkan namun tidak memperdebatkannya lebih jauh.
Baca juga: Yusril: Ustadz Ba’asyir Bersedia Bebas, Asal Tanpa Syarat
“Kan Pancasila ini falsafah negara Islam, kalau sejalan kenapa tidak jalani Islamnya saja? Tapi saya tidak mau berdebat soal ini,” kata Yusril.
Lantas, ia langsung melaporkan penolakan ustadz Ba’asyir kepada Presiden Jokowi.
“Saya cari jalan keluarnya, bagaimana kalau kita lunakkan syaratnya. Jadi, beliau bebas dengan syarat yang dimudahkan,” ungkap Kuasa hukum pasangan calon presiden Jokowi-KH Ma’ruf Amin ini.
Menurut Yusril, alasan kemanusiaan membuat Jokowi mengambil langkah kebijakan dengan mengesampingkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 99 tahun 2012 tentang syarat pemberian hak pada narapidana tertentu, termasuk terorisme.
Baca juga: Yusril: Bebasnya Ustadz Abu Bakar Ba’asyir Perintah dari Presiden
“Pertimbangannya adalah kemanusiaan dan penghormatan terhadap ulama yang uzur dan sakit. Pak Jokowi minta cari jalan keluarnya, Pak Jokowi tak tega ada ulama dipenjara lama-lama karena sudah dari zaman SBY,” kata Yusril.
Sebelum pelaksanaan debat Pilpres, Kamis (17/1) lalu, Jokowi memintanya untuk berkoordinasi dengan Menkumham Yasona Laoly untuk mempertemukan Yusril dengan ustadz Ba’asyir pada Jumat (18/1).
“Pada saat debat Capres, saya ketemu dengan Pak Yasona, beliau bilang ke saya apa mau Jumatan di Gunung Sindur? Lalu saya datang ketemu tim Pengacara Muslim Ahmad Mikhdan, untuk membantu pembebasan ini,” tuturnya.
Yusril pun bersedia pasang badan jika ada yang menggugat pembebasan bersyarat ustadz Ba’asyir. Hal itu lantaran tidak adanya bubuhan tanda tangan ustadz Ba’asyir yang menyatakan bakal setia pada NKRI usai diberi pembebasan bersyarat.
“Karena (megesampingkan) bertentangan dengan undang-undang, tapi ini yang ambil keputusan Jokowi, dan (jika) akan menghadapinya di PTUN, saya akan hadapi dan saya mengatakan ini peraturan menteri yang bisa dikesampingkan oleh presiden,” tegasnya.
“Peraturan menteri itu dari dari segi hukum adalah aturan kebijakan. Karena aturan kebijakan yang tertinggi pengambilan kebijakan adalah presiden, maka kalau presiden mengesampingkan, ya selesai. Ini satu prosedur yang normal dari segi hukum tata negara dan segi hukum administrasi negara,” lanjutnya.
Diketahui, ustadz Ba’asyir sebenarnya bisa bebas bersyarat sejak 13 Desember 2018 lalu. Namun ia menolak menandatangani syarat, termasuk pernyataan taat kepada Pancasila dan NKRI, dan mengakui kesalahannya seperti diatur dalam Permenkum HAM Nomor 3 Tahun 2018. (SU05)