JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Donald Trump berulah lagi. Kali ini bukan hanya publik Amerika Serikat saja yang dia singgung, melainkan sebagian besar masyarakat di seluruh dunia, terutama umat Islam.
Dalam sebuah pidato yang disampaikan di Gedung Putih pada Rabu (6/12), Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
“Sementara presiden-presiden sebelumnya hanya membuat janji kampanye besar mengenai hal ini. Mereka gagal melakukannya. Hari ini, saya mewujudkannya,” ujar Trump.
Demi menunjukkan keseriusannya, Trump telah mengarahkan Departemen Luar Negeri untuk mulai mengatur pemindahan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem yang menurut para pejabat berwenang akan memakan waktu setidaknya 3 tahun.
Dengan sikapnya tersebut, Trump telah jelas-jelas menantang dunia untuk melawan pemerintahannya karena tidak lama setelah pernyataan itu disiarkan, muncul kecaman dan reaksi keras, dari sekutu AS dan dunia Islam, terutama rakyat dan pemerintah Palestina.
Kedok
Konflik di tanah Palestina sesungguhnya telah dimulai sejak berabad-abad silam. Jika tarikh tersebut diawali dari berakhirnya Perang Dunia I pada tahun 1918, tampak jelas bahwa pada masa tersebut wajah Timur Tengah telah berubah. Sejak saat itu Inggris mengambil alih kendali atas wilayah Palestina dari Kesultanan Utsmaniyah hingga 1948 di bawah struktur “British-mandate Palestine” yang berarti Inggris memiliki wewenang untuk mengatur Palestina sebagai wilayah yang ditaklukkan.
Di bawah kekuasaan Inggris, wilayah Palestina yang saat itu didiami oleh bangsa Yahudi Israel dan Arab Palestina (terutama Muslim, juga Kristen dan Druze) dan meliputi daerah Haifa, Yerusalem, Betlehem, Ramallah, Tel Aviv, dan Gaza mulai dikerat-kerat yang sedikit demi sedikit menghimpit penduduk Palestina untuk berdaulat di tanah airnya sendiri.
Pemecah-belahan wilayah Palestina tersebut dimulai pada tahun 1921 ketika Inggris menyerahkan wilayah mandat Palestina di bagian timur Sungai Yordania kepada Emir Abdullah untuk membentuk Kerajaan Hashemite Trans Yordania yang kini merupakan negara Yordania.
Kekerasan pertama dari periode mandat itu meletus di sepanjang perbatasan Jaffa dan Tel Aviv pada May Day (1 Mei) yang mengakibatkan puluhan orang Yahudi dan Arab tewas. Selanjutnya, kekerasan di Palestina terus terjadi hingga November 1947 Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) merekomendasikan pemisahan wilayah mandat Palestina menjadi dua negara, masing-masing untuk bangsa Yahudi dan Arab. Hal ini menyebabkan munculnya penolakan keras dari negara-negara Arab.
Konflik Palestina akhirnya “resmi” pecah pada bulan Mei 1948 ketika para pemimpin gerakan Zionis memproklamasikan negara Israel di atas tanah berdaulat Palestina, dan mengakhiri penguasaan pasukan Inggris di wilayah tersebut. Selanjutnya, Palestina terus bergolak akibat tindakan penjajahan Israel yang terus-menerus melanggar resolusi PBB.