Bukanlah hal mudah untuk memiliki sikap empati. Apalagi mau melangkahkan kaki menjadi simpati dan beraksi untuk membantu sesama.
Ketika kita dalam perjalanan, dalam mobil mewah yang kinclong, tiba tiba melihat ibu tua berpakaian lusuh tengah berjalan sambil menggendong beban berat akankah kita berhenti dan menawarkan si ibu untuk bersama kita? Mengantarkan dan membantu mengangkat beban berat yang dibawanya?
Tak perlu dijawab, anggap saja itu fiksi yang tengah mengawang dipikiran kita.
Ketika bencana melanda diluar sana, iya diluar sana, karena bencana itu tidak singgah dikebun kita, digedung kita, dikantor dan dirumah mewah kita, akankah kita peduli, empati , simpati dan bahkan mau menggalang aksi untuk menolong sesama? Tak perlu fijawab. Anggap saja ini lamunan kita setelah kenyang berpesta di kafe-kafe istimewa.
Ketika perang berkecamuk, jatuh korban tak berdosa, anak-anak dan dewasa, para renta yang tak bisa berbuat apa-apa, dan kita menyaksikannya dilayar kaca kita yang lebar sambil menyeruput kopi arabica, akankah kita terpanggil untuk membantu mereka, hatta dengan sekedar doa? Tak perlu dijawab, anggap saja itu fantasi setelah seharian nonton film aksi.
Ketika mengetahui ada seorang penguasa yang merasa pemimpin dunia, dengan congkak dan jumawa, menyatakan pengakuannya atas tanah yang bukan miliknya, tanah yang dulu dirampas dari pemiliknya yang sah, akankah hati kita terusik, tangan kita mengepal meninju langit tanda penolakan, atau bahkan berjalan bersama jutaan orang yang demo menyuarakan kegeramannya?? Tidak perlu jawab, anggap saja baru bangun tidur dan kucek-kucek mata yang ingatannya masih separo jalan.
Hanya yang perlu dijawab, ketika kelak dua betis bertaut erat, mata melotot, nafas tersengal dihadapannya malaikat maut menatap tajam, apa yang akan dijawab? apa jawaban yang akan keluar ketika lidah kelu dan kaku tak bisa lagi bersilat lidah ? yakin bisa menjawab dengan baik dan benar??!! tak perlu dijawab sekarang….nanti saja saat waktunya tiba. Semoga dapat menjawab dengan tepat. (sry/jateng)