JAKARTA – terkait penggerebekan dan penyegelan gudang beras PT Indo Unggul (IBU) yang memproduksi beras maknyus dan cap ayam jago di bekasi 20 Juli lalu membuat banyak pengusaha merasa miris. Hal tersebut lantaran dikhawatirkan akan mengintimidasi para pelaku usaha.
“Ketika Pemerintah mengintervensi dengan cara instan, menggunakan sistem komando, justru hal itu akan menjadi distoris pada pesaingnya yang sebenarnya sehat,” kritik Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, Kamis (27/7).
Ia menegaskan jika pemerintah tidak hati-hati dalam mengintervensi pasar, ini yang akan disebut ‘Government failure’.
“Harusnya yang dilakukan pemerintah menghilangkan dominasi penguasaan pasokan, bukan malah mengintimidasi pelaku usaha beras, apalagi dengan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar,” ujar Enny.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, PT IBU dituduh menjual beras medium terlalu mahal, yaitu dengan harga Rp 20.000 per kilogram (kg). Sedangkan pemerintah memiliki acuan harga tertinggi beras medium Rp 9.500 per kg. Akan tetapi PT IBU menjual harga tinggi karena proses pengolahannya yang bagus sehingga pasar tetap mau menyerap meski harganya mahal, dan hal ini bukan karena praktik kotor.
Selain itu, PT IBU dinilai telah melanggar karena membeli gabah petani dengan harga lebih tinggi diatas harga pembelian pemerintah (HPP), yaitu Rp 4.900 per kg dibanding Rp 3.500 per kg.
Menurut Enny, pembelian gabah petani di atas harga pembelian pemerintah (HPP) itu bukan merupakan sebuah pelanggaran.
“Jika ada industri yang membeli di atas harga acuan, harusnya dapat ‘award’,” tandas Enny.
Menurutnya lagi, pemberian subsidi pupuk, bibit, maupun pestisida bukanlah alasan bagi pemerintah untuk melarang pelaku usaha membeli gabah dari petani di atas HPP.
“Artinya, memang untuk petani. Mau petani jual berapa, tidak ada kaitannya. Kalau kemudian harganya ikuti pemerintah, kesannya pemerintah kasih subsidinya tidak ikhlas,” ujar Enny.
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah terhadap PT IBU sedikit banyak berdampak pada psikologis pengusaha beras lain. Mereka khawatir usahanya bermasalah.
“Padahal harga acuan yang ditetapkan pemerintah hanya sebatas referensi. Sebab, pembentukan harga konsumen ditentukan beberapa faktor. Dari hulu ke hilir ada biayanya, ada banyak variabelnya, seperti pupuk, tenaga kerja, mesin, pengairan, dan lain-lain semua komponen biaya dan di setiap daerah bisa berbeda-beda,” papar Sutarto.
Selain itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Maulidi menilai apa yang dilakukan pemerintah salah kaprah jika mendefinisi kasus beras yang terkait PT IBU adalah beras bersubsidi. Sebab menurutnya, definisi beras bersubsidi telah diatur oleh pemerintah sendiri.
“Meski pemerintah memberi subsidi dalam pengembangan pertanian, hasil ‘output’-nya tidak hanya barang subsidi,” jelas Viva.
Sementara itu, meski menuai banyak kritikan Polri tetap yakin PT IBU telah melakukan pelanggaran. Bukan hanya itu, Bareskrim telah meningkatkan status kasus beras tersebut ke tahap penyidikan. (HA)
Rezim koplak…
Bersatu…..
saya saksi hidup betapa petani sekarang sangat mengeluhkan harga gabah yang murah.
Allahu Akbar….Polisi apa yg berkeliaran di republik ini sekarang..? Banyak kasus yg dibuat2, mendapat sorotan tajam, sudah ditelanjangi kebohongannya bahwa kasus tsb sarat rekayasa. Tapi…..yg namanya aparat berseragam coklat ini tetap meneruskan tanpa risih sedikitpun. Bahkan didepan media masih bisa berargumen konyol dg tersenyum tanpa dosa. Contoh kasus teroris yg ditujukan ke umat Islam, kasus Chat WA Habib Riziq, dll.
Sekarang kasus beras……Petani kecil diuntungkan, kerugian negara tidak ada, konsumen kalangan atas tak keberatan membelinya…bla..bla… Artinya tak ada pelanggaran hukum maupun norma/etika bisnis. Sudah dijelaskan panjang lebar..tapi polisi kok masih ngotot meneruskan kasusnya..?
Saran saya lebih kalian para polisi fokus saja menuntaskan kasus : penyiraman Novel, pembacokan Irmansyah, penembakan rumah anggota DPR, Narkoba luar biasa yg dilakukan kaum China, PKI…atau Ahok yg tak jelas keberadaannya…..
Yg lain : terorisme, kriminalisasi ulama, Chat HRS, Beras, HENTIKAN saja daripada menghabiskan anggaran negara secara tak keruan.