JAKARTA, SERUJI.CO.ID — Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menetapkan surat pemberian rehabilitasi untuk dua guru SMAN Luwu Utara Drs. Rasnal,M.Pd dan Drs. Abdul Muis Muharram imbas dari perkara dugaan kasus pungutan dana komite sekolah. Penandatanganan ini dilakukan Prabowo setibanya di Tanah Air dari kunjungan kerja ke Australia dini hari Kamis (13/11).
Keputusan pemberian rehabilitasi oleh Prabowo berlandaskan pada hak prerogatif Presiden Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD) 1945 yang menyatakan bahwa Presiden berwenang memberikan grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi.
“Kami pemerintah mendapatkan informasi dan mendapatkan permohonan yang secara berjenjang dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui lembaga legislatif di tingkat provinsi kemudian berkoordinasi ke DPR RI melalui bapak Wakil Ketua DPR RI kemudian kami selama satu minggu terakhir, berkoordinasi minta petunjuk kepada Bapak Presiden untuk memberikan rehabilitasi kepada kedua orang Guru dari SMA 1 Luwu Utara,” tutur Mensesneg Prasetyo Hadi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis.
Kedua guru tersebut juga dihadirkan untuk bertemu langsung dengan Prabowo. Prabowo menghampiri mereka, bertegur sapa dan bersalaman hingga berfoto bersama dengan penuh kehangatan.
Prabowo juga pada saat itu langsung menandatangani berkas rehabilitasi yang berisikan pemulihan hak dan nama baik seseorang yang sebelumnya telah dijatuhi hukuman pidana setelah terbukti tidak bersalah atau setelah menjalani hukumannya.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa dengan penetapan rehabilitasi dari presiden kepada kedua guru tersebut maka harkat dan martabat keduanya menjadi guru kembali seperti sedia kala.
“Dan dengan diberikannya rehabilitasi, dipulihkan nama baik, harkat martabat serta hak-hak kedua guru ini,” tegas Dasco.
Sebelumnya, perkara ini mencuat bermula pada lima tahun silam di Luwu Utara ketika kepala sekolah baru di SMAN 1 Luwu Utara menerima keluhan dari sepuluh guru honorer yang belum menerima gaji selama sepuluh bulan. Masalah utamanya nama para guru tersebut belum terdaftar di Dapodik yang menjadi syarat pencairan dana BOS.
Untuk mencari solusi, kepala sekolah bersama Komite Sekolah mengadakan pertemuan dan menyepakati pengumpulan dana sukarela sebesar Rp20 ribu per orang tua siswa. Keluarga yang memiliki dua anak hanya membayar sekali, sementara yang kurang mampu tidak diwajibkan berpartisipasi.
Namun, kesepakatan tersebut kemudian menimbulkan masalah setelah sebuah LSM melaporkannya ke polisi. Empat guru diperiksa, dan dua orang diantaranya yakni Rasnal dari SMAN 3 Luwu Utara serta Abdul Muis dari SMAN 1 Luwu Utara ditetapkan sebagai tersangka.
