MENU

“We are Native”, Bangga Jadi Pribumi

dr. Yogi Prawira, Sp A(K)
dr. Yogi Prawira, Sp A(K)

Tiba di Eagle Point, salju turun. Sebagian peserta menggerutu, bagaimana mungkin salju turun di bulan April? Helikopter tidak mungkin terbang di cuaca seperti ini. Saya hanya tersenyum, dalam hati bersyukur. Ini pengalaman pertama saya melihat salju.

Kami berjalan melintasi Skywalk, jalur kaca yang membentuk setengah lingkaran, setinggi 4.000 kaki di atas Grand Canyon. Untuk yang takut ketinggian, sangat tidak disarankan. Tapi pemandangannya membuat kami tak henti-henti memuji kebesaran Allah.

Keluar dari Skywalk, kami langsung diarahkan ke toko souvenir yang luas dan modern. Beberapa ibu-ibu, sebagian bapak-bapak langsung menenteng tas belanja, mencari oleh-oleh.

Saya berjalan ke luar toko. Menikmati udara dingin sambil mengamati uap dari hawa yang keluar dari hidung dan mulut. Agak jauh di seberang, tampak sebuah kabin kecil, terbuat dari balok kayu yang disusun rapi. Saya tertarik untuk melihat ke dalam, sehingga memutuskan untuk menyeberang sambil berlari-lari kecil melintasi titik-titik salju.

Suasana di dalam kabin terasa hangat, nyaman dan tenang. Jauh berbeda dengan toko souvenir yang hiruk pikuk tadi. Ternyata sebuah gift shop dengan produk yang orisinil dan khas.

Saya melihat-lihat beberapa buah dream catcher buatan tangan. Seorang perempuan berkulit merah tembaga dengan rambut hitam panjang tergerai menghampiri.

“All of our products are made by local people. It is original and hand-made” ujarnya perlahan.

Melihat penampilannya, tiba-tiba, rasa ingin tahu saya menyeruak. “Forgive me for being impolite. But, are you a Native American?” tanya saya.

Perempuan itu tertegun, pupilnya melebar dengan raut muka tidak percaya.

“Indeed. I am a Native American (~ PRIBUMI). Thank you so much for calling me that. People always refer to my people as Indian. We are NOT Indian. We are Native American. We own this land… Thank you for reminding me of that.”

Dan sekilas, saya seperti melihat sosok Winnetou di diri perempuan itu.

Pribumi –kata itu sakral bagi perempuan tadi, yang saat ini menjadi minoritas dan terpinggirkan di tanahnya sendiri. Kata itu mengingatkannya akan akarnya, tentang perjuangan nenek moyangnya melawan kolonialisme dan penjajahan, tentang kebanggaan dan patriotisme. Tentang jiwa yang merdeka…

Jika di belahan bumi lain, ada sekelompok orang yang tersinggung dan merasa dilecehkan mendengar kata tadi, entah apa yang ada dalam pikiran mereka…

#Akar #BanggaJadiPribumi

*) Penulis adalah dokter spesialis anak, yang juga mengasuh rubrik kesehatan “Dokter SERUJI Menjawab“.

 

(Arif R)

Ingin mengabarkan peristiwa atau menulis opini? Silahkan tulis di kanal WARGA SERUJI dengan klik link ini

5 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silahkan isi komentar anda
Silahkan masukan nama

ARTIKEL TERBARU

BERITA TERBARU

TERPOPULER